BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki
berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya
agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti
sistem pertanian semusim monokultur.Indonesia juga
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi dan termasuk ke dalam tiga negara mega biodiversitas di dunia, baik
flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih,
2004).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18
Tahun 1994 menyatakan bahwapotensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
tersebut perlu dikembangkan dandimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat melalui upaya konservasisumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
sehingga tercapai keseimbangan antaraperlindungan, pengawetan dan pemanfaatan
secara lestari. Keanekaragaman
spesies,ekosistem dan sumberdaya genetik semakin menurun pada tingkat yang
membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies
di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus
setiap hari.Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama
kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengankeanekaragam hayati, seperti
hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktudua setengah abad
yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang daripermukaan
bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah
padakerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat
mengkhawatirkankarena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan
penting sebagai penyediabahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain
penghasil devisa negara, jugaberperan dalam melindungi sumber air, tanah serta
berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman,
2004).
Kepunahan
keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia.Kepunahan oleh alam,
berdasarkan catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh
keanekaragamanhayati yang ada dalam kurun waktu sejuta tahun.Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah
tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan
yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti,
2008).
Dalam mencegah berbagai masalah- masalah negatif
yang disebabkan oleh manusia atau yang lainnya tersebut perlu adanya
pemanfaatan ekologi tumbuhan di seluruh indonesia, atau penelitian hutan –
hutan, tanaman masa kini, tanaman masa lampau dan tanaman masa akan datang, itu
perlu di teliti dan di data secara statistik berupa vitalitas, prioditas dan
stratifikasi.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis
suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai
dengan tujuannya.Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat
seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap
harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
Vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat
menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah di ukur
dan nyata. Dalam mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik
padang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan yang
hidup di suatu hidup tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies
sebagai komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi
sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum.
1.2 Tujuan
Adapun beberapa
tujuan pada praktikum ini ialah senagai berikut :
1)
Dapat menganalisa, mendeskripsikan serta mengklasifikasikan vegetasi yang ada di Taman Hutan
Raya Sultan Syarif Hasim.
2)
Mampu memahami cara pembuatan herbarium, kaidah-kaidah serta
manfaat tumbuhan yang akan di buat herbarium.
3)
Dapat mengidentifikasi jenis, kerapatan serta keanekaragaman jenis
serangga.
4)
Dapat mengidentifikasi keragaman jenis kupu-kupu yang ada di Taman
Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
1.3 Waktu Dan Tempat
Materi I
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
Analisis Vegetasi Hutan ini dilaksanakan pada hari minggu, 22 Desember 2013 dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
MATERI II
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
Teknik Pembuatan Herbarium ini dilaksanakan
pada 24 Desember 2012 dimulai setelah melakukan penelitian materi I di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
MATERI III
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
Inventarisasi Serangga ini dilaksanakan pada hari minggu, 22 Desember 2013 dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
MATERI IV
A. Waktu danTempat
Praktikum
Inventarisasi Kupu-Kupu ini dilaksanakan
pada 22 Desember 2012 dimulai setelah melakukan penelitian materi I di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
Materi V
A.
WaktudanTempatPraktikum
Konservasi Sumber Daya Genetik ini dilaksanakan
pada 22 Desember 2013 dimulai setelah melakukan penelitian materi I
di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim.
1.4 Metodelogi
Ada
beberapa metode yang digunakan pada saat melakukan analisis, baik itu analisis
vegetasi ataupun variabel-variabel lainnya. Beberapa metode yang berkaitan
dengan praktikum plasma nutfah ini adalah sebagai berikut :
1) Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami
jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas
tumbuhan.Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun
biomasa.Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti
melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.Metode ini umumnya dilakukan
untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan
antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa
didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya.Metode ini sangat
membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha pencairan
lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan
yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada
pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2) Metode nondestruktif
Metode ini dapat
dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organism
hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal dengan
pendekatan non floristika. Pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan
organism tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
3) Metode non-floristica
Telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931),
Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresiakan oleh Eiten
(1968) dan Unesco (1973). Danserau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai
hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur
daun, dan penutupan.Untuk setiap karakteristika di bagi-bagi lagi dalam sifat
yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan
gambar.
Bentuk Hidup.
Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan
peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang, dengan tujuan untuk
menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan
bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
Untuk memahami
metode non floristika sebaiknya kita kaji dasar-dasar
pemikiran dari beberapa pakar tadi.Pada prinsipnya mereka berusaha
mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia
tumbuhan secara taksonomi samasekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar
tertentu.
4) Metode floristic
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi.Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika
atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi.Penelaahan dilakukan terhadap
semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman dari
setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan.Pelaksanaan metode floristic ini sangat ditunjang dengan variable-variabel yang diperlukan untuk
menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
1. Kerapatan, untuk
menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
2. Kerimbunan,
variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di suatu kawasan, dan
bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau
dominasinya.
3. Frekuensi, variable
yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variable yang diperlukan untuk menjelaskan suatu bersifat
kuantitatif, seperti statifikasi, periodisitas, dan vitalitas.Berbagai
metodelogi telah dikembangkan oleh para pakar untuk sampai pada hasil seakurat
mungkin, yang tentu disesuaikan dengan tujuannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim
Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (TAHURA SSH)
ini di ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 349/Kpts-II/1996 tanggal 05 Juli 1996 dengan luas
5.920Ha. Setelah di lakukan tata batas definitife oleh Sub BIPHUT Pekanbaru dan
temu gelang luas kawasan Hutan Raya ini menjadi 6.172 Ha dan telah ditetapkan
dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 348/Kpts-II/1999 tanggal 26 Mei
1999. Kawasan ini merupakan perubahan fungsi dari Hutan Wisata Minas seluas
1.821 Ha dan Hutan Produksi terbatas seluas 4.099 Ha yang secara administrasi
pemerintahan terletak di Kecamatan Minas Kabupaten Siak, Kecamatan Tapung
Hilir Kabupaten Kampar dan Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Dan Secara
geografis berada pada posisi : 0037’ – 0044’ LU dan 101020’
– 101028’ BT.
Salah satu yang menjadi daya tarik Tahura SSH
adalah selain dekat dengan kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau, Tahura
SSH memiliki keragaman jenis flora yang cukup tinggi. Keanekaragaman jenis Tahura SSH sangat mewakili suatu kondisi hutan dengan tipe
hutan hujan dataran rendah. Tercatat + 127 jenis flora yang merupakan tumbuhan
asli hutan Tahura SSH yang didominasi dari family Dipterocarpaceae, Lauraceae,
Euphorpeaceae, Anacardiaceae, Guttiferae, Sapotaceae, Myrtaceae, meranti
(Shorea sp), sendok sendok (Endoserpum sp), keruing (Dipterocarpus spp).
marpoyan, sialang dll.
Bahkan beberapa jenis yang saat ini sudah sulit
dijumpai, sebagai akibat pembalakan liar yang marak terjadi di Provinsi Riau,
di hutan Tahura SSH masih dapat dijumpai seperti jenis Meranti, Keruing, Kulim
dengan ukuran diameter kayu yang sangat besar bahkan beberapa jenis dapat
dijumpai dengan ukuran diameter lebih dari 1 meter.
Selain jenis asli juga terdapat beberapa jenis yang
didatangkan dari luar sebagai koleksi jenis diantaranya Gaharu, Matoa serta
beberapa jenis tanaman buah seperti Tampui, Lengkeng, Kedondong, Rambutan dan
Durian Montong.
Sebagai wujud pengembangan keanekaragaman jenis,
pihak UPT Tahura SSH telah melakukan inventarisasi jenis pohon guna dijadikan
sebagai tegakan sumber benih serta berencana akan menambah beberapa jenis
koleksi tumbuhan seperti Jelutung, Ramin, Bulian (Ulin) dll.
Selain keanekaragaman jenis flora, Kawasan Tahura
SSH juga memiliki keanekaragaman jenis fauna yang cukup tinggi.Sedikitnya dapat
dijumpai 42 jenis burung, 4 jenis reptilia dan 16 jenis mamalia. Di antara 42 jenis burung terdapat satu jenis burung yang hanya ada di
Sumatera yaitu burung Serindit Melayu (Loriculus galgulus), sedangkan jenis
burung lain yang dapat dijumpai diantaranya jenis burung Elang (Halicetus sp),
Enggang (Buceros rhinoceros), Beo (Gracul refiigiosa), harimau loreng sumatera
(Panthera tigris sumatrae), gajah sumatra (Elephas maximus), tapir (Tapirus
indicus), siamang (Hylobathes) dan burung serindit (Loriculus sp), Ular (Sanca
sp), Biawak (Salvator sp), Tokek, bunglon terbang,Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatrensis), Harimau Loreng Sumatera (Panthera tigris sumantrensis),
Babi Hutan (Sus scrofa), Ungko (Hylobates agifis), Beruk (Macaca nemestrina),
Siamang (Symphalangus syndactylus), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kijang
(Muntiacus muntjak), Landak (Hystrix brachyura) dll.
Tahura SSH memiliki banyak sarana dan fasilitas
pendukung diantaranya pendopo, camping ground, bumi perkemahan, tempat
bermain anak, Kantor dan Guest House, Sarana Ibadah, Panggung Kesenian,
pendopo, gazebo, Jogging Trac, sarana outbond. Tahura SSH sebagai kawasan hutan
dengan fungsi kawasan konservasi, sebagaimana halnya kawasan konservasi lainnya
di Indonesia, juga tidak terlepas dari permasalahan kawasan khususnya dalam
penanganan pengamanan areal / lahan kawasan dari pihak – pihak ataupun oknum –
oknum yang mencari keuntungan pribadi di dalam kawasan Tahura SSH. Saat ini
sekitar 60 % dari total luas kawasan Tahura SSH dikuasai oleh beberapa oknum
yang menguasai lahan baik secara perorangan ataupun kelompok/perusahaan.
Penguasaan lahan ini sebagai akibat dari tingkat pertambahan penduduk serta
kebutuhan masyarakat akan lahan untuk dijadikan tempat tinggal ataupun
ladang/kebun.
Tingginya nilai komoditas kelapa sawit di
Provinsi Riau juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perambahan. Hal dapat
terlihat dari banyaknya masyarakat di sekitar bahkan dari luar kawasan Tahura
SSH melakukan perambahan areal di kawasan hutan terutama di Kawasan Tahura SSH
untuk dijadikan ladang/kebun kelapa sawit.Dalam mengatasi permasalahan
perambahan kawasan, pihak UPT Tahura SSH telah melakukan beberapa tindakan yang
bertujuan untuk menghentikan terjadinya perambahan lahan di Tahura SSH. Selain
melakukan Patroli di dalam dan sekitar kawasan Tahura SSH dan melakukan
sosialisasi kepada masyarakat, penanganan melalui jalur hukum juga telah
dilakukan
1.2
Analisis Vegetasi Hutan
A. Pendahuluan
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis
tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara
individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara
tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu
tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling
tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan
(Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), Vegetasi merupakan kumpulan
tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang
hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada
tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat
akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Vegetasi
hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya.
Di Indonesia Perkembangan penelitian Vegetasi
sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi
pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia,
menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka
seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten
dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari
ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor
lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata.Dengan
demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk
memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari
suatu ekosistem.Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan
dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang
berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan
tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam
bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam
sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai
tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara
floristika dalam mengungkapkan sesuatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan
struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut.Pendekatan kajian
pun sangat tergantung pada permasalahan apakah bersifat autokelogi atau
sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktifitas atau hubungan
sebab akibat. Pakar autekologi biasannya memerlukan pengetahuan tentang
kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar
sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi
sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar
ekologi produktifitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori
yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat
destruktif.
Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang
integral dengan kegiatan survey sumber daya alam, misalnya sehubungan dengan
inventarisasi kayu untuk balok dihutan, dan menelaah kapasitas tampung suatu
lahan untuk tujuan ternak atau pengembalaan.Pakar tanah, dan sedikit banyak
pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari
factor-faktor yang mereka pelajari.Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi
haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu
pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama didalam suatu tempat
tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya,
maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang
mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Analisis vegetasi adalah suatu
cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur)
vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur
struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) yang
dimaksud analisis vegetasiatau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari
susunan (komposisi jenis) danbentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat
tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro(1959) dalam Soerianegara dan Indrawan
(1978) menyatakan bahwa penelitian yangmengarah pada analisis vegetasi, titik
berat penganalisisan terletak pada komposisijenis atau jenis.Struktur
masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahuisejumlah karakteristik
tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilaipenting.
Berdasarkan tujuan pendugaan
kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1) Pendugaan
komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan
dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2) Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3) Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974)
petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk
jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode
ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot
dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor
gradien lingkungan tertentu.
Dalam mengerjakan
analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai
bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi
vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti
vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput
yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam
istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut.,
seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi (
tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur
iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan
lain-lain.Dalam mempelajari vegetasi , dibedakan antara studi floristic dengan
analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi.
Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data
yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman.Sedangkan
analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif.
Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu
jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya.Data kuantitatif di
dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif
didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang
luas.Parameter kualitatif dalam pengamatan ini yaitu Fisiognomi, Fenologi,
Periodisitas, Stratifikasi, Kelimpahan, Penyebaran, Daya hidup, dan Bentuk
Pertumbuhan. Sedangkan Parameter kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini
Densitas, Luas penutupan,Indeks Nilai Penting (INP), Dominansi, Frekuensi, dan
lain-lain.
Dengan sampling,
seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih
cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan
dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Komponen
tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
a) Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup
besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
b) Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup
dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup
sebagai parasit atau hemi-parasit.
c) Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau
tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada
rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
d) Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya
menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun
pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak
daun.
e) Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau
berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk
penyokongnya seperti kayu atau belukar.
f) Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah,
namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya
memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki
tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
g) Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar,
tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih
dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut
tingkat permudaannya, yaitu :
a) Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari
kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b) Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5
m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c) Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm
sampai kurang dari 20 cm.
Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan
secara langsung adalah :
1) Nama jenis (lokal
atau botanis)
2) Jumlah individu
setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3) Penutupan tajuk
untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4) Diameter batang
untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5) Tinggi pohon, baik
tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui
stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume
pohon.
B. Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi
telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang
sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya.Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring
dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
C. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat
komposisi jenis dan struktur tegakan hutan.
D. Alat dan bahan
1)
Peta lokasi
2)
Tali plastic ( 60 m per regu )
3)
Meteran 10 m atau 20 m
4)
Kompas
5)
Tally sheet dan alat tulis
6)
Pengenal pohon
E. Metode
Kegiatan di lapangan adalah sebagai berikut :
1.
Kegiatan analisis di lakukan secara berkelompok .kelompok terdiri
dari pembersih arel, penunjuk arah, pengukur pohon, pengukur semai, pengukur
tiang, pengukur pancang, pengenal pohon , pembawa perbekalan.
2.
Menentukan lokasi jalur yang akan disurvey ( unit contoh ) di atas
peta, panjang masing – masing jalur di tentukan berdasarkan lebar hutan ( dalam
survey ini panjang jalur 100 m per regu ). Jalur di buat dengan arah tegak lurus garis kontur
( memotong garis kontur ).
3.
Membuat contoh unit jalur seperti gambar 1.
4.
Mengidentifikasikan jenis , jumlah serta mengukur diameter ( DBH)
dan tinggi ( tingggi total dan bebas cabang) untuk tingkat tiang dan pohon .
sedangkan untuk tingkat semai dan pancang hanya mengidentifikasi jenis dan
jumlahnya saja. Data hasil pengukuran di catat dalam tally sheet . dalam
kegiatan survey ini di gunakan criteria pertumbuhan sebagai berikut :
a.
Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1,5 m
b.
Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m dan diameter
< 7 cm
c.
Tiang adalah pohon muda yang diameternya nya ≥ 7 cm sampai diameter
< 20 cm
d.
Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm
Gambar 1 .model traksek / petak dalam analisis vegetasi
5.
Penentuan langsung daerah sampel di kawasan kampus UIN SUSKA riau /
hutan larangan adat dengan cara mengekplorasi areal tersebut dengan tujuan
untuk menegetahui homogenitas areal tersebut dengan tujuan untuk mengetahui
homogenitas nephentes.
6.
Menentukan jumlah plot atau petak contoh agar mewakili daerah
penelitian dengan cara menetapkan ukuran plot 5x5 diambil secara zig- zag pada
masing – masing lokasi.
7.
Melakukan pencatatan spesies dan jumlah spesies nephentes yang di temukan pada masing –
masing plot.
8.
Pengambilan gambar dengan kamera bagian seluruh tanaman , seperti
batang , daun,kantung dan bunga( jika ada).
9.
Data yang di peroleh diolah dengan menggunakan formulasi metode
petak kuadrat untuk menghitung besarnya kerapatan ( individu / ha) , frekuensi dan dominasi
(m2/ha) dan indeks nilai penting (INP) dari masing – masing jenis.
1) Kerapatan jenis
Kerapatan ( K) = ∑ individu
luas petak contoh
Kerapatan relative (KR) = K suatu jenis
K total seluruh jenis x 100%
2) Frekuensi
Frekuensi (F) = ∑ sub petak yang ditemukan suatu spesies
∑ seluruh
sub petak contoh
F relatif (FR) = F suatu jenis
F total seluruh jenis x 100%
3) Domonasi
Dominasi (D) = luas bidang dasar suatu spesies
luas petak contoh
D relatif = D suatu jenis
D
total seluruh jenis x100%
4) Indeks nilai penting
Indeks nilai penting = KR + FR + DR
Volume pohon
Untuk menghitung volume pohon digunakan rumus
sbb :
V = ¼.Ï€.d2.t.f
|
Dimana :
V = volume pohon bebas cabang (m3)
Î = konstanta (3,141592654)
D= diameter pohon setinggi dada/ 130 cm atau 20
cm di atas banir (cm2)
T= tinggi pangkal tajuk dikurangi tinggi banir (m)
F= angka bentuk pohon (0,6 )
Untuk
mengetahui keanekaragaman vegetasi di areal hutan digunakan beberapa indeks
sebagai berikut :
a. Indeks Simpson’s
Formula yang digunakan untuk melihat keragaman
simpson’s adalah :
D=1-∑Pi2
|
Ket :
D = Indekks Simpson’s
Pi = Kelipatan Relatif Dari spesies ke-1
Pi2 = (Ni/Nt)2
Ni = Jumlah Individu Spesies
Nt = Jumlah total untuk semua individu
- Indeks Sannon_Wiener
Formula yang digunakan untuk melihat
indeks keragaman Indeks Sannon_Wieneradalah :
D
= s∑Pi2(Log
e Pi)
1=1
|
Ket :
D : Indeks Sannon_Wiener
Pi : Kelipatan relatif dari spesies Ke-1
Pi2 : (Ni/Nt)2
Ni : Jumlah individu spesies
Nt : Jumlah total untuk semua indiviidu
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Tanaman yang Ditemukan
1.
Pasak Bumi
Pasak bumi dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat yang cukup
potensial. Tunbuhan ini dikenal dengan beberapa nama lain sepert pasak bumi
(Kalimantan), widara putih (Jawa), bidari laut, mempoleh (Bangka), penawar
pahit (Melayu), tongkat ali (Malaysia), dan plaalai-pueak (Thailand).
Ciri-cirinya : Pasak bumi berbentuk pohon kecil
dengan ketinggan sampai 20 m. Lebar daun 1 cm, anak daun 11-35, melanset, tepi
daun merata dengan ukuran 2,5-14,2×0.7-4,5 cm. Perbunggan malai, berbulu pada
semua bagian bunga. Bungannya berwarna merah, sedangkan buahnnya berwarna hijau
ketika muda dan berubah menjadi kuning kemerahan dan kehiitaman saat
masak.
Manfaatnya: Akar pasak bumi digunakan sebagai
oobat kuat, penurun panas, antimalaria, dan disentri. Kulit kayunnya digunakan
untuk obat demam, sariawan, cacing perut, tonik setelah melahirkan, dan sakit
tulang, sedangkan daunnya untuk mengobati penyakit gatal.Bunga dan buahnya
digunakan untuk obat disentri.Seluruh bagian tanaman digunakan untuk mengobati
sakit kepala, sakit perut, dan nyeri tulang.
Bahan kimia yang dikandungnya:
Pasak bumi mengandung senyawa kimia, antara lain, eurikomalakton,
laurikolakton A, B, dehidroeurikomalakton, eurikomanon, eurikomanol,
benzoqui-non, sterol, saponin, dan asam lemak sterol ester.
2.
Senduduk
Senduduk merupakan tumbuhan liar, berumur menahun,
batang perdu, berkayu, bercabang.Cabang bagian ujung bentuknya segi empat,
kulit batang warna ungu muda, tinggi batang mencapai 4 m. daun warna hijau,
tangkai dan tulang daun hijau keunguan.Bentuk daun bundar, bundar telur atau
lonjong, pinggir daun rata, kedua permukaan daun berbulu halus dan rapat, duduk
daun berseling berhadapan.Bunga mengelompok pada ujung cabang, berwarna ungu
muda, berbunga sepanjang tahun.Buah buni, kulit buah warna cokelat muda, bulat
seperti vas bunga. Daging buah warna ungu, rasanya manis, pada
kulit buah terdapat banyak biji. Buah yang matang kulitnya pecah. Seduduk
berkembang biak dengan biji.
Manfaatnya : Kegunaan seduduk berkhasiat mengobati mabuk
karena minuman alkohol, mencret dan keputihan, obat kumur, penenang, luka
baker, mejen, cacingan pada anak-anak, diare, sariawan, pendarahan rahim,
bisul, keracunan singkong, luka baker, dan luka berdarah.kandungan kimia
seduduk adakah tannin dan saponin.
3. Sendok –sendok
Endospermum diadenum
adalah pohon yang cukup besar dengan ketinggian mencapai 35-40 m, dengan
diameter 150 cm. permukaan kulit halus dan keriput untuk yang bersisik dan abu
coklat kekuningan untuk bagian kulit yang tebal. Daunnya oval, bulat telur,
atau berbentuk hati.Sendok-sendok terdapat pada hutan primer dan sekunder
terutama pada daerah dataran rendah. Kepadatan kayu adalah 300-650 kg/m3 pada
kadar air 12%
4.
Tempinis
Klasifikasi :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Apetalae
Bangsa : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Sloetia
Spesies :Sloetia elongata Kds
Kayu Tempinis, biasa disebut Kepinis, dan dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk tangkai/ hulu peralatan kerja, seperti; Parang, Sabit, Cangkul, Beliung,
Kapak. Kayu ini termasuk liat dan kuat. Populasinya cukup banyak.
5. Marpoyan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo :
Myrtales
Famili :
Myrtaceae
Genus :
Rhodamnia
Spesies :
Rhodamnia cinerea Jack
Rata-rata kanopi
pohon, hingga 37 m tinggi dari diameter setinggi dada dari 8 cm. Tanpa
stipules.Daun sebaliknya, sederhana, tiga-kawat, bawah berbulu dan
keputihan.Bunga sekitar 8 mm, putih-merah muda-kuning, diatur dalam axils
daun.Buah sekitar 7 mm, merah muda-merah berry.
Habitat & Ekologi
Sering di
tempat-tempat terbuka di dipterocarp campuran, Keranga, pesisir dan hutan
submontane.Di perbukitan dan pegunungan dengan tanah berpasir miskin.Di hutan
sekunder biasanya sisa dari negara sebelum gangguan.
Tinggi : sampai 1700m. dpl
Penyebaran
Burma, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan (di seluruh pulau), Filipina.
Kegunaan
Kayu yang digunakan untuk bangunan rumah dan
furnitur.Kulit kayu mengandung pewarna yang digunakan untuk penyamakan.Daun dan
akar yang kadang-kadang digunakan sebagai minuman untuk perawatan
kelahiran.Buah dapat dimakan.
6.
Ketapang
Ketapang atau katapang (Terminalia catappa)
adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk
tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di
taman-taman dan tepi jalan. Selain nama ketapang dengan pelbagai variasi
dialeknya (misalnya Batak.: hatapang; Nias: katafa; Mink.: katapiĕng; Teupah: lahapang; Tim.: ketapas; Bug.: atapang; dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan
seperti talisei, tarisei, salrisé (Sulut); tiliso, tiliho,
ngusu (Maluku Utara);
sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote); kalis, kris (Papua Barat). Dalam
bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama Bengal
almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore almond,
Tropical almond, Sea almond, Beach almond, Talisay tree,
Umbrella tree, dan lain-lain. Pohon besar, tingginya mencapai 40 m dan gemang batang
sampai 1,5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan
bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang
tua dan besar acap kali berbanir (akar papan), tingginya bisa hingga 3 m.
Daun-daun tersebar, sebagian besarnya berjejalan di
ujung ranting, bertangkai pendek atau hampir duduk. Helaian daun bundar telur
terbalik, 8–25(–38) x 5–14(–19) cm, dengan ujung lebar
dengan runcingan dan pangkal yang menyempit perlahan, helaian di pangkal bentuk
jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu
tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa kulit, licin di atas, berambut halus
di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok
Ketapang merupakan
tumbuhan asli Asia Tenggara
dan umum ditemukan di wilayahSumatra dan Kalimantan.
Pohon ini biasa ditanam di Australia
bagian utara dan Polinesia;
demikian pula di India, Pakistan, Madagaskar,
Afrika Timur dan Afrika Barat,
Amerika Tengah, serta Amerika Selatan.
Pepagannya
dan daun-daunnya dimanfaatkan orang untuk menyamakkulit, sebagai bahan pewarna hitam, dan juga untuk membuat tinta. Pepagan
menghasilkan zat pewarna kuning kecoklatan sampai warna zaitun, dan mengandung
11–23% tanin; sementara daun-daunnya mengandung 12 macam tanin yang dapat dihidrolisis. Dalam pada itu populer keyakinan di kalangan
penggemar ikan hias bahwa menaruh daun-daun ketapang kering di akuarium, khususnya ikan cupang (Betta spp.), dapat memperbaiki
kesehatan dan memperpanjang umur ikan.
Biji ketapang dapat
dimakan mentah atau dimasak, konon lebih enak dari biji kenari, dan digunakan
sebagai pengganti biji amandel (almond)
dalam kue-kue. Inti bijinya yang kering jemur menghasilkan minyak berwarna
kuning hingga setengah dari bobot semula. Minyak ini mengandung asam-asam lemak
seperti asam palmitat (55,5%), asam oleat (23,3%), asam linoleat, asam stearat
dan asam miristat. Biji kering ini juga mengandung protein (25%), gula (16%), serta
berbagai macam asam amino.
7.
Kedondong Hutan
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Spondias
Spesies : Spondias dulcis Forst.
Kedondong adalah tanaman
buah yang tergolong ke dalam suku mangga-manggaan (Anacardiaceae). Tanaman ini
dikenal pula dengan nama ambarella, hog plum, hevi
(Filipina), mokah (Kamboja), gway (Myanmar), makak farang
(Thailand).
Buah kedondong dapat dimakan langsung dalam
kondisi segar, atau sering pula diolah menjadi rujak, asinan, acar atau
dijadikan selai. Buah ini memiliki biji tunggal yang berserabut. Daun dijadikan penyedap dalam pembuatan pepes ikan.
Kayunya berwarna
coklat muda dan mudah mengambang, tidak dapat digunakan kayu pertukangan,
tetapi kadang-kadang dibuat perahu. Dikenal di berbagai pelosok dunia berbagai
manfaat obat dari buah, daun, dan kulit batangnya, dan dari beberapa negara
dilaporkan adanya pengobatan borok, kulit perih, dan luka bakar. Tiap 100 gram
bagian buah yang dapat dimakan mengandung 60-85 gram air, 0,5-0,8 gram protein,
0,3-1,8 gram lemak, 8-10,5 gram sukrosa, 0,85 – 3,60 gram serat. Daging buahnya
merupakan sumber vitamin C dan besi; buah yang belum matang mengandung pektin
sekitar 10%.
8.
Ekaliptus
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
Eucalyptus
|
Eukaliptus adalah sejenis pohon dari Australia. Ada lebih dari
700 spesies dari Eukaliptus, kebanyakan asli dari Australia, dengan beberapa
dapat ditemukan di Papua
Nugini
dan Indonesia dan juga sampai Filipina.
Anggota genus
pohon ini dapat ditemukan hampir di seluruh Australia, karena telah beradaptasi
dengan iklim daerah tersebut; bahkan tidak ada satu benua yang dapat
digambarkan dengan sebuah genus pohon seperti Australia dengan eukaliptusnya.
3.2 Laporan Hasil Parameter yang dihitung dalam Inventer
JALUR 1
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 2
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 3
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 4
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 5
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 6
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 7
1. Petak 2 x 2
2. Petak 5 x 5
3. Petak 10 x 10
4. Petak 20 x 20
A. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
praktikum yang kami jalani, diketahui bahwa banyak tumbuhan yang berbeda-beda
jenis di setiap Jalur bahkan di setiap Plot. Keragaman ini menunjukkan begitu
banyaknya jumlah vegetasi yang ada di Taman Hutan Raya
Sultan Syarif Hasim. Namun ada
di sebagian jalur yang memiliki kondisi kurangnya jumlah tanaman yang tumbuh
baik.
Hal ini disebabkan karena
kondisi petakan yang sedikit mengalami kerusakan. Bahkan tidak jarang ditemukan
di beberapa jalur itu yang mendapati pohon-pohon tua besar dan sudah mati.
Seluruh individu tumbuhan pada setiap sub-petak tingkat pertumbuhan akan
diidentifikasi, dihitung jumlahnya.
Namun khusus untuk tingkat
pohon, akan diukur diamater pohon tersebut, yakni diameter batang pada
ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah atau 10 cm di atas banir atau akar
tunjang, apabila banir atau akar tunjang tertinggi terletak pada ketinggian 1 m
atau lebih. Untuk keperluan identifikasi jenis, diambil material herbarium
setiap jenis, berupa setangkai daun berbunga dan atau berbunga. Material
herbarium tersebut selanjutnya diproses di pihak kelompok untuk identifikasi.
Lokasi penelitian termasuk
dalam tipe ekosistem dataran tinggi. Keanekaragaman jenis tumbuhan di berbagai
zonasi pemanfaatan bervariasi, semakin jauh dengan pemukiman mempunyai
diversitas jenis yang semakin tinggi. Pada areal Taman Hutan Raya Sultan Syarif
Hasim memiliki produksi yang tingkat kerusakan hutan lebih lebih rendah
dibandingkan hutan lindung, karena setiap minggunya diadakan patroli rutin,
sehingga orang-orang yang ingin merusak habitat hutan tidak jadi.
Pada tabel diatas terdapat
perbedaan yang jelas diantara jalur 1 hingga 7, pada masing-masing jalur
memiliki bermacam-macam spesies. Pada jalur 1 hingga jalur 6 terdapat spesies
yang sama dan yang berbeda.
Analisis vegetasi dapat
dilakukan dengan macam metode dengan petak dan tanpa petak. Parameter-parameter
vegetasi dalam metode petak kuadrat antara lain : kerapatan jenis, frekuensi
jenis, dominansi jenis dan indeks nilai penting.
Untuk mengetahui keanekaragaman
vegetasi di areal hutan dapat digunakan indekas keragaman simpson’s dan indeks
shannon_wienner.
Dengan adanya kegiatan
analisis vegetasi, dapat diketahui komposisi jenis dan struktur tegakan hutan
alam.
Sebenarnya harus ada 10
kelompok yang di input dalam pembahasan ini. tetapi karena ketidak lengkapan
beberapa kelompok dalam menginput data maka kami tulis hanya data yang lengkap.
B. Kesimpulan
Vegetasi yaitu kumpulan
dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara
individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara
tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari
individu –individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana
individu-individunya saling tergantung sama lain, yang disebut juga sebagai
suatu komunitas tumbuh-tumbuhan.
Analisis vegetasi dapat
dilakukan dengan dua macam metode dengan petak dan tanpa petak.
Parameter-parameter vegetasi dalam metode petak kuadrat antara lain : kerapatan
jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis dan indeks nilai penting.
Untuk mengetahui
keanekaragaman vegetasi di areal hutan dapat digunakan indekas keragaman
simpson’s dan indeks shannon_wienner. Dengan adanya kegiatan analisis vegetasi,
dapat diketahui komposisi jenis dan struktur tegakan hutan alam.
3.3 Teknik Pembuatan Herbarium
A. Pendahuluan
Herbarium berasal dari kata “hortus dan
botanicus”, artinya kebun botani yang dikeringkan.Secara sederhana yang
dimaksud herbarium adalah koleksi specimen yang telah dikeringkan, biasanya
disusun berdasarkan sistem klasifikasi. Fungsi herbarium secara umum antara
lain :
1.
Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi
tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis
tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas bergerak dalam konservasi alam.
2.
Sebagai lembaga dokumentasi, merupakan koleksi yang mempunyai nilai
sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang
mempunyai nilai ekonomi dan lain-lain.
3.
Sebagai pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk
mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk
obat kanker, dan sebgainya.
Material herbarium yang diambil harus
memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan
dokumentasi.Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun,
kuncup, kadang-kadang bunga dalam satu kesatuan.Material herbarium yang lengkap
mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup muda dan tua yang mekar, serta
buah muda dan tua.
Material herbarium dengan bunga dan buah
jauh lebih berharga biasanya disebut dengan herbarium fertile, sedang material
herbarium tanpa bunga dan buah disebut herbarium steril. Untuk keperluan
dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium fertile dan untuk
setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat (tiga
specimen atau lebih per nomor koleksi) .
Persiapan koleksi yang baik dilapangan
merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium.Specimen herbarium
yang baik harus memberikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada
para peneliti. Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh
bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang
tidak nampak pada specimen herbarium.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengoleksi tumbuhan antara lain:
1.
Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya.
2.
Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan
panjang 30-40 cm nyang mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya 3 daun
untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari satu tumbuhan. Untuk
pohon yang sangat tinggi, pengambilan organ generatifnya bisa dilakukan dengan
galah, katapel atau menggunakan hewan, misalnya beruk.
3.
Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi
kuncup (daun baru) karena kadang-kadang stipulanya mudah gugur dan brakhtea
sering ditemukan hanya pada bagian-bagian yang muda.
4.
Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar
seperti Araceae.
5.
Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani
dan rumah kaca. Contoh :
a.
Epifit, anggrek; akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar pake,
serat kelapa.
b.
Bij-biji tumbuhan air disimpan dalam air.
c.
Biji-biji kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya.
Catatan lapangan segera dibuat setelah
mengkoleksi tumbuhan, berisi keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan
tersebut yang tidak terlihat setelah specimen kering. Beberapa keterangan yang
harus dicantumkan antara lain: lokasi, habitat, habit, warna (buah dan bunga),
bau, eksudat, pollinator (kalau ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan
sebagainya. Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu juga
dibuatkan segera label gantung yang diikatkan pada material herbarium. Satu
label untuk satu specimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan
nama), kolektor (pengumpul), nomor koleksi, nama lokal (daerah) tumbuhan yang
dikumpulkan, lokasi pengumpulan dan tanggal. Dianjurkan pula untuk penulisan
pada label gantung tersebut menggunakan pensil agar tulisan tidak larut bila
terkena siraman alkohol atau spritus.
Ada dua cara yang memungkinkan dalam
pembuatan herbarium di lokasi pengumpulan, yaitu cara basah dan kering. Cara
basah, yaitu material herbarium yang telah dikoleksi dimasukan dalam lipatan
kertas koran dan disiram dengan alkohol 75%. Sedangkan cara kering dapat
dilakukan dengan dua proses, yaitu :
a.
Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak
terlalu tebal dipres didalam sasak, kemudian dikeringkan diatas tungku
pengeringan dengan panas yang diatur. Pengeringan harus segera dilakukan karena
jika terlambat akan mengakibatjan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi
busuk.
b.
Pengeringan bertahap, yakni material herbarium terlebih dahulu
dicelupkan didalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu
dimasukkan kedalam lipatan kertas koran. Selanjutnya di tumpuk dan dipres,
dijemur dan dikeringkan diatas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan
material herbarium itu harus sering diperiksi dan diupayakan agar pengeringan
merata.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
cara pembuatan herbarium.
C. Alat dan Bahan
a.
Alat untuk mengambil material herbarium: pisau, parang, kampak,
gunting, stek. Galah berpisau, skop (untuk tema).
b.
Alat pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastik
besar, kantong plastik berukuran 40x60 cm, tali plastik dan hekter, serta sasak
kayu dari bambu ukuran 30 x 50 cm untuk pengepresan.
c.
Alat tulis: kertas label gantung (dari kertas manila ukuran 3 x 5
cm ), tally sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lainnya.
d.
Alkohol 90 % atau spritus (1 liter untuk ± 30 specimen)
e.
Alat pelengkap lainnya, kamera digital , pita ukur.
D. Metode
1.
Pengambilan specimen di lapangan
Specimen yang diambil sebaiknya dalam kondisi
fertile, yaitu semua organ-organ tumbuhan terwakili mulai umbi, akar, batang,
daun, buah dan bunga.Apabila tidak memungkinkan cukup diwakili oleh batang,
buah, dan bunga. Adapun langkah kerjanya sebagai berikut:
a.
Dipilih specimen yang masih segar dan sedang berbunga.
b.
Untuk jenis rumput dan tumbuhan herba, tanah disekitar specimen
digali umtuk memudahkan pengambilan specimen serta supaya akar-akarnya tidak
patah.
c.
Beri label gantung dan rapikan material herbarium, kemudian
dimasukkan kedalam lipatan kertas koran. Satu lipatan koran untuk satu specimen
(contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa specimen di dalam satu
lipatan kertas.
d.
Selanjutnya, lipatan kertas koran yang berisi material herbarium
tersebut ditumpuk satu diatas yang lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan
daya muat kantong plastik (40 x 60) yang akan digunakan.
e.
Tumpukan tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik dan kemudian
disiram dengan alkohol 96% atau spritus sampai seluruh bagian tumpukan tersiram
secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan selotip atau
hekter supaya alkohol atau spritus tidak menguap ke luar kantong.
f.
Catat ciri spesifik masing-masing jenis dan dikumpulkan pada buku
catatan.
2.
Pengepresan
Pengepresan adalah proses pengaturan specimen
pada alat pengepresan yang terdiri dari kertas koran , karton, sasak. Langkah
kerjanya:
a.
Specimen yang telah
terkumpul dikeluarkan dari kantong plastik dan lipatan koran.
b.
Specimen kembali diatur
diantara kertas koran
c.
Untuk specimen yang
terlalu panjang, batang dipatahkan membentuk huruf N atau A.
d.
Pada saat pengepresan,
kondisi tumbuhan harus utuh, tidak diperbolehkan adanya bagian-bagian yang
dikurangi.
e.
Atur posisi sebagian daun, sehingga daun tampak bagian permukaan
atas dan bawah.
f.
Atur kertas-kertas koran yang telah berisi specimen tadi menjadi
tumpukan sebanyak 10-15 specimen.
g.
Lapisi antar specimen tersebut menggunakan triplek dan ikat
kuat-kuat.
3.
Pengeringan dan identifikasi
a.
Tumpukkan specimen yang telah disusun dalam sasak dijemur dibawah
sinar matahari selama 3 hari atau dioven dengan suhu 800c selam 48
jam.
b.
Material yang sudah kering
di identifikasi nama botaninya. Biasanya secara berturut-turut material
tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa (nama lokal ataupun nama
ilmiah), lokasi tempat pengambilan, yanggal pengambilan, nama kolektor,
ketinggian lokasi pengambilan.
c.
Hasil identifikasi ini dituliskan pada label identifikasi yang
telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang
ditulis pada label identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung.
4.
Pengawetan
Material herbarium yang telah di identifikasi
kemudian diawetkan dengan cara sebagai berikut:
a.
Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuran
alkohol 96% dan tepung sublimat dengan perbandingan 50 gram sublimat dalam 1
liter alkohol. Pada proses pengawetan ini dianjurkan agar menggunakan sarung
tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.
b.
Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit ) didalam larutan
sublimat dimasukkan kedalam lipatan kertas koran, kemudian beberapa material
ditumpuk menjadi satu dan ditaruh diantara 2 sasak, lalu diikat kencang.
c.
Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan kedalam tungku
pengeringan atau dijemur sampai material menjadi kering.
5.
Pengeplakan
a.
Material herbarium yang telah kering kemudian diplak atau ditempelkan
pada kertas gambar/karton yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan
pengeplakan dilakukan pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi.
Dalam hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label
identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang bersangkutan.
b.
Material herbarium kering yang sudah diplak dan memiliki label
identifikasi selanjutnya bisa disimpan diruangan herbarium.
E. Hasil Pengamatan
No
|
Gambar
|
Hasil herbarium
|
Klasifikasi
|
1
|
Kingdom:planta
Divisi :magnoliophyta
Kelas :magnoliopsida
Ordo : scrophulariales
Famili : acanthaceae
Genus : pachiystachys
Spesies : pachiystachys lutea L
|
||
2
|
Kingdom : Planta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melastoma
Spesies : M. malabathricum
|
||
3
|
Kingdom : Planta
Divisi :ptridophyta
Kelas :ptridopsida
Ordo : polypodiales
Famili :theelypteridaceae
Genus : cyclosorus
Spesies : cyclosorus aridus
|
||
4
|
Kingdom:planta
Divisi :magnolipyta
Kelas :liliopsida
Ordo : cyprales
Famili : cypraceae
Genus : cyperus
Spesies :cyperus
rotundus
|
||
5
|
Kingdom:planta
Divisi :ptridophyta
Kelas :gleicheniopsida
Ordo : gleicheniales
Famili :gleichecae
Genus : gleichenia
Spesies :Gleichenia linearis
|
Keterangan :
1. Senduduk
Senduduk merupakan tumbuhan liar, berumur menahun, batang perdu, berkayu,
bercabang.Cabang bagian ujung bentuknya segi empat, kulit batang warna ungu
muda, tinggi batang mencapai 4 m. daun warna hijau, tangkai dan tulang daun
hijau keunguan.Bentuk daun bundar, bundar telur atau lonjong,
pinggir daun rata, kedua permukaan daun berbulu halus dan rapat, duduk daun
berseling berhadapan.Bunga mengelompok pada ujung cabang, berwarna ungu muda,
berbunga sepanjang tahun.Buah buni, kulit buah warna cokelat muda, bulat
seperti vas bunga. Daging buah warna ungu, rasanya manis, pada
kulit buah terdapat banyak biji. Buah yang matang kulitnya pecah. Seduduk
berkembang biak dengan biji.
Manfaatnya : Kegunaan seduduk berkhasiat mengobati mabuk karena minuman alkohol, mencret
dan keputihan, obat kumur, penenang, luka baker, mejen, cacingan pada
anak-anak, diare, sariawan, pendarahan rahim, bisul, keracunan singkong, luka
baker, dan luka berdarah.
kandungan kimia seduduk adakah tannin dan saponin.
2. Paku-pakuan
Tumbuhan paku (atau paku-pakuan) adalah sekelompok tumbuhan yang telah memiliki
sistem pembuluh sejati (kormus) tetapi tidak menghasilkan biji untuk
reproduksinya.Alih-alih biji, kelompok tumbuhan ini masih menggunakan spora
sebagai alat perbanyakan generatifnya.
Ciri-ciri tumbuhan paku :
1. Umumnya hidup ditempat-tempat lembab,
danau, sungai, atau ada juga yang menumpang pada organisme lain (tumbuhan
lain).
2. Sudah mempunyai akar, batang, daun yang
sudah jelas (sudah dapat dibedakan).
3. Mempunyai jaringan epidermis, korteks dan
jaringan pengangkut xilem dan floem.
4. Bereproduksi dengan spora, yaitu dengan
cara aseksual dan seksual dan juga metagenesis.
5. Tumbuhan paku pada tepi daunnya mempunyai
sorus (kumpulan dari sporagium).
6. Tumbuhan paku mudah, daunnya biasanya
mempunyai ciri khas selalu menggulung.
F. Pembahasan
Pada percobaan pembuatan herbarium ini
tanaman yang digunakan yaitu tumbuhan, senduduk dan paku-pakuan.Pembuatan
herbarium kering memang sangat sederhana karena hanya menggunakan alkohol 70%. Dengan hanya menyemprotkan alkohol 70 % specimen yang telah diletakkan pada
kertas koran dan dipress dengan sasag bisa langsung dijemur. Namun dalam hal
penyemprotan dengan alkohol 70 %, harus dilakukan dengan baik dan teliti.Semua bagian dari tumbuhan harus
terkena semprotan alkohol 70 % secara merata. Jika tidak merata akan mengakibatkan hasil dari herbarium
tidak terlalu baik atau proses specimen tanaman untuk menjadi kering sangat lama.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
diperoleh, proses setiap specimen tumbuhan untuk menjadi kering membutukan
waktu yang cukup lama dan berbeda-beda.Salahsatu faktor yang menyebabkan waktu
pengeringan lama, karena cuaca yang tidak begitu terik. Jika saja cuaca setiap
harinya terik, mungkin waktu yang dibutuhkan specimentumbuhan untuk kering
tidak akan lama. Namun bukan faktor cuaca saja, setiap specimentumbuhan
memerlukan waktu yang berbeda untuk kering dikarenakan setiap specimentumbuhan
memiliki karakteristik khusus.
Hal ini dapat terlihat pada tumbuhan
senduduk yang memerlukan waktu yang sedikit lama dari specimen tumbuhan
lainnya. Selain itu, proses penyemprotan alkohol 70 % pun dapat menyebabkan tumbuhan lama untuk kering. Meskipun tumbuhan
senduduk memiliki struktur yang keras. Hal ini dikarenakan pada proses
penyemprotan alkohol 70 % mungkin tidak merata ke seluruh bagian specimen tumbuhan. Warna tumbuhan
hasil pengamatan rata-rata berwarna coklat, namun memiliki variasi warna coklat
yang berbeda.
G. Kesimpulan
Herbarium merupakan suatu specimen dari
bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode
tertentu.Herbarium biasanya dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan yang
diawetkan, baik data taksonomi, morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain
itu dalam herbarium juga memuat waktu dan nama pengkoleksi
Pembuatan awetan specimen diperlukan untuk
tujuan pengamatan specimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang
baru. Terutama untuk specimen-specimen yang sulit ditemukan di alam.Awetan
specimen dapat berupa awetan kering dan awetan basah.Untuk awetan kering
tanaman di awetkan dalam bentuk herbarium. Jadi, praktikum kali ini dapat
disimpulkan bahwa :
a.
Herbarium merupakan salahsatu pengawetan tumbuhan dengan cara kering.
b. Setiap specimen daun memerlukan waktu yang
berbeda untuk kering. Sesuai dengan struktur dari tumbuhannya serta perendaman
alkohol yang merata atau tidak merata.
3.4 Inventarisasi Serangga
A. Pendahuluan
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam
mendukung keanekaragaman flora dan fauna.Salah satu sumber daya hutan adalah
serangga tanah.Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang
hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah.Serangga permukaan
tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga memakan
tumbuhan-tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam
proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan
cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah.
Keberadaan serangga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung
pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya,
seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran
siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga
permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan
tanah akan berlangsung baik. Secara garis besar proses perombakan berlangsung
sebagai berikut : pertama perombak yang besar atau makro fauna meremah-remah
substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan
akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Feses juga dapat juga dikonsumsi
lebih dahulu oleh mikro fauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam
saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil
ekskresi fauna ini dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang membusuk,
membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruhb hidup mereka didalam
tanah.Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang,
pertahanan dan seringkali makanan.Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa
sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh
hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati.Serangga tanah memperbaiki
sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanh di hutan,
adalah struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah
dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu
tanah mempengaruhi peletakan telur, cahaya dan tata udara mempengaruhi
kegiatannya.
Hutan Larangan Adat Kecamatan Kampar adalah salah satu kawasan
hutan hujan tropis yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat
di dalamnya, termasuk serangga permukaan tanah.Kondisi hutannya yang memiliki
kelembaban tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga permukaan
tanah.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan:
1.
Untuk melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah
pada hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan Hutan Alam Larangan Adat Kecamatan
Kampar.
2.
Untuk melihat indeks kesamaan jenis serangga yang ada di kedua
habitat.
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
pembuatan perangkap jebak yaitu gelas plastik (luas permukaan 51,5 cm2
), lidi , styrofoam, sekop , alat tulis, kertas label, alkohol 70 % dan larutan
asam asetat 5%. Untuk mengukur faktor lingkungan digunakan pH meter, termometer
(Yenaco) dan mistar.Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset,
kantung plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan
mikroskop dengan perbesaran 20x. Untuk dokumentasi digunakan kamera digital.
D. Metode
1.
Penentuan Lokasi
Lokasi pengambilan sampel dipilih pada 2
kondisi habitat yang berbeda yaitu hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan Hutan Alam
Larangan Adat Kecamatan Kampar.
2.
Pengambilan dan Identifikasi Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
memasang sepuluh perangkap jebak pada kedua habiat. Perangkap diisi dengan
larutan alkohol 70% dan ditambahkan larutan asetat 5% sebanyak 1 tetes pada
masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan dibiarkan selama
3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan.Untuk kepentingan
identifikasi, sampel yang diperoleh kemudian dibawa ke laboratorium.
3.
Analisis data
a.
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener:
Keterangan
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni= Jumlah jenis yang didapat
N
= Total jumlah jenis yang didapat
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’
> 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
b.
Indeks kesamaan jenis serangga pada dua habitat dihitung dengan uji
Sorenson :
IS = [ 2 C / (A + B )] X 100 %
Keterangan:
IS = indeks kesamaan.
IS = indeks kesamaan.
C = jumlah jenis serangga
yang ada di kedua habitat, dimana jumlah nilai yang sama dan nilai terendah
dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua habitat yang dibandingkan.
A = jumlah jenis serangga yang hanya ada di habitatpertama
B = jumlah jenis serangga yang hanya ada di habitat kedua.
E. Tugas
Identifikasilah jumlah serangga yang
terperangkap, kelompokkan mereka dan hitung indeks keragaman serangga pada
habitat.
F. Hasil Pengamatan
Tempat: hutan UIN Suska Riau
Jenis
|
Ni
|
Pi
|
Ln pi
|
Pi ln pi
|
Belalang
|
3
|
0,2
|
-1,6
|
-0,32
|
Jangkrik
|
5
|
0,3
|
-1,2
|
-0,36
|
Semut
|
3
|
0,2
|
-1,6
|
-0,41
|
Nyamuk
|
4
|
0,26
|
-1,34
|
-0,34
|
Total
|
15
|
-1,43
|
H’ =
-∑pi.ln pi
=-(-1,43,)
=1,43
H’ > 1,5 = keanekaragaman tergolong
sedang
G. Pembahasan
Pada praktikum yang kami lakukan sedikit
sekali serangga yang kami temukan pada hutan di uin suska.Hal ini di sebabkan
karena lokasi praktikum kami tidak cukup memadai sebagai habitat serangga pada
umumnya dan cuaca yang tidak kondusif sehingga hasil yang kami peroleh yaitu
menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah.Pada hutan uin suska pada perangkap
1, kami hanya mendapatkan 1 nyamukdan 1 ekor semut dan 2 belalang dan
jangkrik 3. Pada perangkap ke-2 kami mendapatkan 3 nyamuk dan semut 1 ekor .Dari data di atas
maka kami mendapatkan 3 ekor nyamuk dengan 2 species semut belalang 1 dan jangkrik 2.Kemudian dalam analisis data, kami memperoleh indeks keanekaragaman yang sedang.Karena kami memperoleh
Indeks Keanakaragaman sebesar 1,43
H. Kesimpulan
Dalam praktikum ini bertujuan untuk mengenal beberapa
anggota arthropoda,mampu mengidentifikasi beberapa anggota arthropoda,serta
mengetahui sejauh mana indeks keanekaragaman arthropoda (jenis Serangga) yang
kami teliti pada praktikum lapangan keanekaragaman hayati di lokasi hutan uin suska Riau dan hutan
larangan adat Kampar.Kami dapat simpulkan bahwa ada beberapa species
yang terdapat di Sekitar hutan uin suska Riau mempunyai struktur Morfologi dan Anatomi yang
berbeda–beda.Dan dalam praktikum ini kami juga memperoleh Indeks Keanekaragaman
yang rendah serta sedang.Karena dalam analisis data kami memperoleh
Indeks Keanekaragaman < 1,5 dan >1,5. Hal ini disebabkan
karena lokasi praktikum kami tidak cukup memadai sebagai habitat serangga pada
umumnya dan cuaca yang tidak kondusif sehigga hasil yang kami peroleh
yaitu menunjukkan indeks keanekaragaman yang bisa terbilang rendah.
3.5 Inventarisasi Kupu-Kupu
A. Pendahuluan
Indonesia memiliki sumber daya alam
hayati yang sangat tinggi, hampir sekitar 10% dari semua spesies makhluk hidup
yang ada di dunia ini terdapat di Indonesia. Kekayaan faunanya meliputi sekitar
400.000 spesies,7800 spesies merupakan kelompok vertebrata yang terdiri dari
1500 spesies burung, 800 spesies mamalia, 2500 spesies ikan, 200 spesies reptil
dan 1000 spesies amfibi ( Ditjen PHPA,1993).
Kupu-kupu merupakan salah satu
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia.Kupu-kupu termasuk dalam ordo
Lepidoptera, yakni serangga yang sayapnya ditutupi oleh sisik. Kupu-kupu
merupakan bagian kecil (sekitar 10%) dari 170.000 jenis Lepidoptera yang ada di
dunia dan jumlah jenis kupu-kupuyang telah diketahui diseluruh dunia
diperkirakan ada sekitar 13.000 jenis, dan mungkin beberapa ribu jenis lagi
yang belum dideterminasi (peggie 2004). Arti kupu-kupu bagi manusia tidak hanya
sebagai obyek yang memiliki keindahan, namun dalam banyak hal kupu-kupu
memiliki arti penting lain. Penyebaran geografi yang mantap dan keanekaragaman
kupu-kupu dapat memberikan informasi yang baik dalam studi lingkungan sebagai
indikator lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu juga
memberi andil yang sangat berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan
bertindak sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan penyerbuk
lainnya (Hamidun 2003).
Kupu-kupu merupakan bagian dari
keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun
penurunan keanekaragaman jenisnya.Kupu-kupu telah banyak memberikan manfaat
dalam kehidupan manusia, seperti estetika atau keindahan, budaya pendapatan
ekonomi, penelitian, petunjuk mutu lingkungan, dan penyebaran tumbuhan (Achmad
2002).keberadaan kupu-kupu tidak terlepas dari daya dukung habitatnya, yakni
habitat yang memiliki penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat,
serta adanya sungai-sungai yang mengalir. Kerusakan alam seperti berubahnya
fungsi areal hutan, sawah, dan perkebunan yang menjadi habitat bagi kupu-kupu ,
dapat menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis kupu-kupu yang ada di hutan kampus uin suska Riau.
C. Alat DAN Bahan
Materi pengamatan adalah jenis-jenis
kupu-kupu yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan, sedangkan alat yang
digunakan adalah teropong binokuler, jaring kupu-kupu, kaca pembesar, kamera
digital dan buku panduan lapangan tentang identifikasi kupu-kupu.
D. Metode
1.
Pengambilan data jenis kupu-kupu dilakukan pada saat aktivitas
kupu-kupu tinggi pada pukul 08.00-11.00 dan 13.00-16.00 dengan menggunakan
metode eksplorasi. Intventarisasi jenis kupu-kupu yang hadir pada hutan kampus
UIN SUSKA RIAU dilakukan dengan mencatat semua jenis kupu-kupu, kemudian
diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi yang ada.
2.
Data hasil penelitian kemudian analisis dengan menggunakan analisis
deskriptif.
E. Hasil Pengamatan
Gambar
|
Nama
|
Klasifikasi
|
||||||||||||||
Ariedne myrina
|
|
|||||||||||||||
Delias eucharis
|
|
|||||||||||||||
Hypolimnas bolina
|
|
Cethosia
myrina
|
|
|||||||||||||||
Eurema hecabe
|
|
|||||||||||||||
Troides
vandepolli
|
|
|||||||||||||||
Hypolimnas
bolina
|
|
Gambar diatas merupakan hasil identifikasi dari kelompok kami yang
dilakukan di hutan kampus uin suska Riau tidak dilakukan identifikasi mengenai
kupu-kupu ini.
F. Pembahasan
Berdasarkan hasil inventarisasi yang
dilakukan di lakukan di hutan kampus uin suska Riau, kami menemukan sebanyak 7
jenis kupu-kupu dari 3 suku (famili) kupu-kupu di hutan kampus uin suska Riau.
Yaitu suku Nymphalidaeada 4 jenis , Pieridae ada 2 jenis , dan Papilionidae terdapat 1 jenis saja.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kupu-kupu dihutan kampus uin suska Riau, di dominasi oleh famili Nymphalidae yang terdapat 4 jenis
spesies , Pieridae terdapat 2 jenis spesies , dan Papilionidae terdapat 1 jenis spesies saja. Jumlah kupu-kupu famili Nymphalidae yang tinggi disebabkan oleh adanya kemampuan toleransi terhadap
kondisi lingkungan yang tinggi sehingga spesies-spesie dari famili ini mampu
tetap bertahan hidup di berbagai wilayah termasuk hutan kampus uin suska Riau.
Secara umum jumlah spesies kupu-kupu di hutan kampus uin suska Riau
dapat dikatakan tinggi.Hal ini karena di
hutan Kampus uin suska Riau memiliki beberapa tipe habitat yang didukung oleh
melimpahnya tanaman di dalamnya.Keberadaan spesies kupu-kupu dipengaruhi oleh
keberadaan tumbuhan inang yang menjadi pakan bagi ulat dan kupu-kupu.Kondisi
hutan Kampus uin suska Riau dengan berbagai macam tumbuhan yang relatif baik
menjadi faktor penting yang menyebabkan tingginya jumlah spesies di hutan
tersebut.
Dengan mengetahui jenis-jenis kupu-kupu di
hutan Kampus uin suska Riau selanjutnya dapat dilakukan pengembangan
pengelolaan keanekaragaman jenis melalui perlindungan jenis kupu-kupu dan
pengelolaan habitat kupu-kupu.Pengelolaan keanekaragaman jenis kupu-kupu dapat
mencakup sosialisasi jenis-jenis kupu-kupu yang ada di hutan Kampus uin suska
Riau serta statusnya dan pelarangan segala bentuk penangkapan maupun perburuan
jenis kupu-kupu, khususnya kupu-kupu yang dilindungi dan jenis endemik.Pengelolaan habitat
kupu-kupu mencakup penjagaan kelestarian habitat, perbaikan habitat seperti
penambahan penanaman jenis tanaman inang, tanaman penghasil nektar jika
diperlukan dan pelarangan penebangan jenis vegetasi yang sudah ada.
Vegetasi ini diharapkan menjadi bagian dari habitat pakan dan
berlindung bagi jenis kupu-kupu. Melihat besarnya potensi yang terkandung di
dalam hutan Kampus uin suska Riau khususnya mengenai potensi kupu-kupu, sangat
memungkinkan potensi tersebut untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai
ekoturisme
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang kami
lakukan di hutan kampus uin suska tepatnya didepan fakultas pertanian dan
peternakan dan gedung almaidah uin suska Riau dapat disimpulkan bahwa kupu-kupu
yang mendominasi dari famili Nymphalidae yang terdapat 4 jenis , Pieridae ada 2 jenis , dan Papilionidae terdapat 1 jenis saja. Sebenarnya memang tidak begitu banyak
kupu-kupu disana, hanya di tempat tertentu saja misalnya di hutan dekat
fakultas pertanian dan peternakan.
Agar kupu-kupu tetap lestari di
lingkungan area kampus, tidak ada salah nya jika melakukan pengelolaam dan
penjagaan kelestarian kupu-kupu ini agar habitatnya lebih banyak dan bisa
dijadikan ekoturisme.
3.6 Konservasi
Sumber Daya Genetik
A. Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai salah satu
negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Keanekaragaman
hayati tersebut meliputi keanekaragaman ekosistem , spesies, dan variabilitas
genetik dari tumbuhan, hewan, serta jasad renik. Indonesia secar geografis
terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan
Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari 17.000), serta sifat
geografisnya yang unik memungkinkan indonesia memiliki keanekaragaman plasma
nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi pula.
Keanekaragaman ekosistem telah melahirkan keanekaragaman spesies. Walaupun
indonesia hanya memiliki luas daratan bumi sekitar 1,3% tetapi memiliki 17%
dari jumlah spesies dunia. Dari segi fauna indonesia memiliki fauna dari
kawasan Indo-Malaysia sebanyak 17% dari mamalia dunia, 15% amfibi dan reptilia
, 17 % dari semua burung dan 37% dari ikan dunia.
Pertambahan penduduk yang cukup tinggi
akan berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan. Ketersediaan pangan dan
kebutuhan lain sangat dipengaruhi salah satunya adalah ketersediaan lahan.
Akhir-akhir ini untuk mendukung penyediaan lahan pertanian, maka lahan hutan
yang merupakan tempat hidup plasma nutfah cenderung dikonservasi menjadi lahan
pertanian, akibatnya banyak plasma nutfah yang terganggu keberadaannya dan
tidak jarang juga mengalami kepunahan/hilang.Oleh karena itu, upaya konservasi
atau pengamanan plasma nutfah tersebut harus dilakukan segera karena plasma
nutfah tersebut memiliki berbagai manfaat yang tidak ternilai, meskipun kadang
kala saat ini belum teridentifikasi manfaatnya secara jelas tetapi harus tetap
kita jaga dan pertahankan keberadaanya.
Di masa depan, plasma nutfah akan lebih
penting perananya dalam pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan bahan-bahan
hayati untuk obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri,
dan pengolahan pangan semakin meningkat. Tetapi prospek ini tidak akan dapat
diraih apabila erosi plasma nutfah yang diawali dengan kerusakan sebagian
ekosistem dan kepunahan beberapa spesies masih berlanjut seperti yang terjadi
sekarang ini apabila tidak dilakukan usaha pencegahan secara lebih serius.
Fokus dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan, mengembangkan dan
memanfaatkannya secara berkelanjutan, baik pada ekosistem darat maupun laut,
kawasan agroekosistem dan kawasan produksi, serta program konservasi
ex-situ.Upaya pengelolaan ini harus disertai dengan pemeliharaan sistem
pengetahuan tradisional dan pengembangan sistem pemanfaatan plasma nutfah yang
dilandasi oleh pembagian keuntungan yang adil.Unsur utama dari pengelolaan
plasma nutfah adalah pelestarian in-situ dan ex-situ dari plasma nutfah yang
kita miliki.
Konservasi in-situ adalah upaya
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam habitat alaminya. Upaya
konservasi in-situ cukup efektif karena perlindungan dilakukan di dalam habitat
aslinya sehingga tidak di perlukan lagi proses adaptasi bagi tanaman yang
bersangkutan. Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis
yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit,
kemudian tanpa diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut. Dan begitu pula jika di
daerah konservasi terjadi kebakaran atau bencana, dapat dipastikan seluruh
jenis yang terdapat didalamnya akan terancam musnah. Oleh karena itu, selain
upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi ek-situ.
Konservasi eks-situ merupakan upaya
pengawetan jenis flora dan fauna di luar habitat aslinya.Kegiatan konservasi
eks-situ dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu jenis dengan
menyimpan variasi genetik yang ada di habitat alaminya.Hal ini perlu dilakukan
untuk mengingat tingginya tekanan terhadap habitat dan populasinya akibat
perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan agar
mahasiswa memahami melakukan konservasi eks-situ suatu spesies.
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan merupakan
alat untuk mengambil tanaman atau bagian tanaman dari lapangan seperti parang,
sekop, kotak/box, alat tulis menulis dan lain-lainnya.
D. Metode
1.
Eksplorasi
Eksplorasi dilaksanakan secar bertahap
dengan mengandalkan narasumber dan sumber informasi, baik langsung dari pemberi
informasi utama (key informan) maupun
data kepustakaan.Dalam kaitan ini dilakukan penggalian informasi keberadaan
contoh tanaman, pengumpulan contoh tanaman dan deskripsi tanaman, konservasi
contoh tanaman hasil eksplorasi.Eksplorasi didukung oleh keterangan petani
tentang prefensi mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari petani berupa
tempat tumbuh tanaman yang akan dijadikan pertimbangan dalam karakterisasi dan
deskripsi.
Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau
penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah
tertentu untuk mengamankan dari kepunahan.Plasma nutfah yang ditemukan diamati
sifat fisik asalnya.Eksplorasi merupakan langkah awal dari konservasi
tanaman.Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi tanaman atau spesies
tertentu yang ditetapkan, baik yang sudah dibudidayakan maupun spesies liarnya.
Langkah pertama praeksplorasi adalah
mencari informasi kedinas- din as dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh
informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian
dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya daerah asal
dan penyebaran jenis tanaman.Plasma nutfah tanaman hasil eksplorasi dipelihara
dikebun koleksi. Tanaman koleksi diamati pertumbuhannya, diukur semua organ
tanaman, dan dicatat sifat-sifat
morfologinya. Bahan yang dikumpulkan berupa bibit,biji dan umbi.
2. Konservasi
Untuk mempertahankan sumber daya genetik yang
ada dilakukan usaha pelestarian plasma nutfah secara eks-situ dalam bentuk
kebun koleksi, visitor plot, dan pot-pot pemeliharaan.
3. Karakterisasi dan evaluasi
Hasil eksplorasi tanaman kemudian dibuat
karakterisasinya meliputi bentuk tanaman, letak daun, bentuk daun, warna daun,
tepi daun, permukaam daunn, warna bunga, letak bunga, bentuk buah, bagian
tanaman yang bermanfaat, dan khasiatnya.Karakterisasi tanaman berada dalam
kondisi lingkungan optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat-sifat kuantatif
yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, hasil dan komponen hasil.
Karakteristik dilakukan dengan mengidentifikasi sifat fisik dan sifat fisiologi
spesifik dari tanaman yang ditemukan, termasuk potensial hasilnya.
4. Deskripsi
Karakteristik lanjutan dan evaluasi
dilakukan dengan skala prioritas untuk mendapatkan deskripsi tanaman.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati
merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi, betuk,
penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan
makhluk hidup yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis, dan tingkatan
genetik.
adapun manfaat dari keanekaragaman hayati:
- Keanekaragaman hayati sebagai sumber kehidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia, karena potensialnya sebagai sumber pangan, papan, sandang, dan obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain
- Keanekaragaman hayati merpakan sumber ilmu pengetahuan dan tekhnologi
- Mengembangkan sosial budaya umat manusia dan membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
4.2 Saran
Berdasarkan permasalahan diatas kami sebagai generasi muda berharap,
keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia maupun didunia tetap terjaga dan
dilestarikan dan menjadi tugas kita semua untuk melestarikan keanekaragaman
yang ada.
Comments
Post a Comment