Skip to main content

makalah sejarah kondifikasi al-qur'an



Tugas Kelompok                                                                      Dosen Pembimbing
Studi Al-Qur’an                                                                       Arisman, M.Sy


SEJARAH KONDIFIKASI AL-QUR’AN




uin_baru.jpg



DISUSUN OLEH

KELOMPOK VI

LUTFI ARIFIN (11282100207)





JURUSAN AGOROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan kami buat dengan waktu yang telah di tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar mengenai Sejarah kondifikasi Al-Qur’an.
Penulis mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari, bahwa  masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Amien..                                                                      


Pekanbaru, Oktober  2012



Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang....................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C.     Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.    Proses Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an..................................... 3
B.     Penjagaan Verbal Al-Qur’an.................................................................. 4
C.     Penulisan dan Pembukuan Al-Qur’an.................................................... 5
D.    Usaha Kompilasi pada Masa Nabi hingga Masa Utsman...................... 7
E.     Metode Penulisan dan Jumlah Mushaf yang ditulis Utsman................. 8
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A.    Kesimpulan.......................................................................................... 11
B.     Kritik dan Saran................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Rasulullah adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis karena itu beliau tidak membukukan atau mencatat Al-Qur’an sendiri. Beliau memerintahkan para sahabat yang dipercayainya sebagai penulis wahyu untuk menuliskan wahyu yang turun kepada Rasullulah di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit kayu, dan tulang belulang hewan. Semua ayat yang turun ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan, tetapi semua wahyu tersebut belum terhimpun dalam satu mushaf. Meskipun demikian, Rasullulah saw memberikan isyarat tentang peletakan surat dan urutan ayat dalam Al-Qur’an.
Sahabat yang ditunjuk langsung oleh Rasullulah untuk menjadi pencatat wahyu semasa hidup beliau adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Ubay bin Kaab.
Orisinalitas Al-Qur’an senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat demi ayat Al-Qur’an kepada Rasullulah saw pada malam-malam bulanRamadhan pada setiap tahunnya. Selain itu, para sahabat senantiasa menyetorkan hafalan maupun tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mereka hafal dan mereka tulis kepada Rasullulah SAW.
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf. Catatan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama’ telah menyampaikan bahwa segolong dari mereka, di antaranya Ali bin Abu Thalib ra, Muadz bin Jabal raUbay bin Ka’ab ra, Zaid bin Tsabit ra, dan Abdullah bin Mas’ud ra, telah menghafal seluruh isi Al-Qur’an pada masa Rasullulah.
Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah ketika Al-Qur’an telah dihafal oleh ribuan para sahabat dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang telah disebutkan oleh Rasullulah saw. Al-Qur’an belum dijilid dalam satu mushaf yang menyeluruh karena Rasulullah saw  masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu, terkadang pula terdapat ayat yang menasakh sesuatu yang turun sebelumnya.
Untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak menuliskan sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an. Hal ini sangat wajar dan tepat karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa Hadits dan Al-Qur’an tidak bercampur aduk satu sama lainnya sehingga untuk mencegah hal ini maka Rasullulah dengan petunjuk Allah melarang penulisan apapun dari Rasulullah kecuali Al-Qur’an.

B.     Rumusan Masalah
Ø  Bagaimana proses pengumpulan dan penjagaan Al-Qur’an?
Ø  Bagaimana penulisan dan pembukuan Al-Qur’an?
Ø  Bagaimana usaha penjagaan verbal Al-Qur’an?
Ø  Bagaimana usaha kompilasi pada masa Nabi saw hingga masa Utsman?
Ø  Bagaimana metode penulisan dan jumlah mushaf yang ditulis Ustman?

C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ø  Mengetahui sejarah kondifikasi Al-Qur’an
Ø  Menambah informasi tentang pengumpulan, penjagaan dan penulisan Al-Qur’an.
Ø  Mengetahui usaha Kompilasi Al-Qur’an.
Ø  Mengetahui metode penulisan Al-Qur’an
Ø  Mengetahui jumlah mushaf yang ditulis oleh khalifah Ustman.









BAB II
PEMBAHASAN

A.       Proses Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an
Di kalangan ulama’, terminologi pengumpulan Al-Qur’an memiliki dua konotasi yaitu arti pertama: hifzuhu (menghafalkan dalam hati) dan huffuzuhu (penghafal-penghafalnya, yang menghafalkan dalam hati). Kedua: Kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya)[1]
a.    Pada masa Pemerintahan Abu Bakar
Pascawafatnya Rasulallah saw, Abu Bakar diangkat sebagai khalifah untuk memimpin umat. Selama masa pemerintahan Abu Bakar terjadi banyak pemberontakan dan peperangan. Salah satu perang yang terjadi adalah perang yammah. Pada perang ini, banyak sekali sahabat penghafal Al-Qur’an yang syahid. Melihat hal ini, Umar merasa khawatir para penghafal Al-Qur’an tersebut lama kelamaan akan habis. Oleh karena itu, umar mendesak Abu Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an karena itu adalah hal yang baik.
Abu Bakar dan Umar bersepakat memilih Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin kelompok untuk tugas pengumpulan Al-Qur’an ini. Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Dia menerapkan metode yang amat ketat, yaitu untuk mencocokkan ayat yang tercatat dalam berbagai media dan pencocokan ayat tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi.[2]
b.    Pada masa Pemerintahan Utsman bin Affan
Salah satu penyebab pentingnya dilakukan pengumpulan Al-Qur’an adalah semakin menyebarnya Islam kewilayah di luar jazirah Arab. Kemana pun para sahabat pergi, mereka selalu membawa naskah Al-Qur’an berupa lembaran ayat atau surat yang mereka miliki. Sayangnya naskah tersebut tidak sama susunan surah-suratnya dan terjadi pula perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an.
Hudzaifah bin Yaman, adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan hal ini[3]. Di kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut. Khalifah lalu berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit ”mengumpulkan” Al-Qur’an. Keseluruhan Al-Qur’an direvisi dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada di tangan Hafshah dengan mengikuti satu prinsip yaitu kesulitan bacaan dilek Quraisy.

B.       Penjagaan Verbal Al-Qur’an
Orisinalitas Al-Qur’an senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat demi ayat Al-Qur’an pada malam-malam bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Dari Ibnu 'Abbas ra berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan. Dan puncak kedermawanan beliau adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril 'alaihissalam menemuinya dan Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih murah hati melakukan kebaikan daripada angin yang bertiup”.(muttafaq 'alaihi).
Selain itu, para sahabat senantiasa menyetorkan hafalan maupun tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka hafal dan mereka tulis kepada Rasulullah saw. Untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak menulis sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an.
Sejak awal diturunkannya Empat belas abad yang lalu Sampai masa modern saat ini Al-Qur’an senantiasa terjaga kemurnian dan kesuciannya. Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh Allah keotentikannya, sebagiamana firman Allah SWT dalam surat (al Hijr:9) Adalah sebagai berikut:
Artinya:”Sesungguhnya kami telah menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kamilah yang memeliharanya”( al Hijr:9)[4]
Demikianlah Allah SWT, menjamin keaslian Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia.

C.    Penulisan dan pembukuan Al-Qur’an
a.       Pada masa Nabi
Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hapalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Proses penulisan Al-Qur’an pada masa nabi sangat sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.[5]
b.      Pada masa Sahabat
1.      Pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar. Usaha pengumpulan ayat –ayat Al-Qur’an pada masa kepemerintahan Abu Bakar dilakukan oleh Zaid bin Tsabit. Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu tahun, yaitu pada tahun 13 H. Di bawah pengawasan Abu Bakar, Umar dan para tokoh sahabat lainnya.[6]
Setelah Abu bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan Khalifah Umar dan ketika Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsah.[7]
2.      Pada masa Ustman bin Affan
Awalnya perbedaan bacaan itu adalah karena kelonggaran yang di berikan oleh Rasulullah saw kepada kabilah-kabilah Arab yang berada pada masanya untuk membaca dan melafazhkan Al-Qur’an menurut dialek masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi agar mereka mudah dalam menghafal Al-Qur’an. Namun lama kelamaan terlihat tanda-tanda bahwa perbedaan bacaan Al-Qur’an tersebut jika terus menerus dibarkan akan menjadi bibit perpecahan dikalangan muslimin.
Hudzaifah bin Yaman, adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan hal ini[8]. Di kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut[9]. Khalifah lalu berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit ”mengumpulkan” Al-Qur’an. Keseluruhan Al-Qur’an direvisi dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada di tangan Hafshah dengan mengikuti satu prinsip yaitu kesulitan bacaan dilek Quraisy.
Perbedaan penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan, dapat dilihat pada tabel berikut[10]:
Pada masa Abu bakar
Pada masa Utsman bin Affan
Ø Motifasi penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya para penghapal Al-Qur’an pada perang Yammah.
Ø  Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara membaca Al-Qur’an (qira’at).
Ø Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma, lempengan batu, dll.
Ø Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Qur’an turun.

D.    Usaha Kompilasi Pada Masa Nabi Saw Hingga Masa Utsman Bin Affan
Menurut kamus besar bahasa indonesia kompilasi adalah kumpulan yang tersusun secara teratur baik berupa informasi, laporan atau yang lain-lain. Usaha kompilasi pada masa Nabi saw hingga masa Utsman bin Affan, dapat dibagi menjadi tiga tahap:
1.      Pada masa Nabi Muhammad saw
Usaha yang dilakukan pada masa tersebut adalah Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk menuliskan wahyu yang turun kepada Rasulullah diatas kayu, pelepah kurma, dan potongan tulang belulang binatang. Semua ayat yang turun ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan, tetapi semua wahyu twrsebut belum terhimpun dalam satu mushaf karena Rasulullulah saw selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Di samping itu, terkadang pula terdapat ayat yang menasakh ( menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.
2.      Pada masa Abu Bakar
Pasca wafatnya Rasullulah saw, Abu Bakar menggantikan posisi Rosulullah sebagai kepala Negara berdasarkan kemufakatan para sahabat. Kemudian beliau dihadapkan pada kemurtadan sebagian orang-orang Arab. Karena itu beliau segera menyiapkan dan mengirim pasukan untuk memerangi orang-orang murtad tersebut. Perang yammah terjadi pada tahun XII H melibatkan sejumlah penghafal Qur’an syahid. Umar bin Khatab merasa khawatir akan hal tersebut, sehingga beliau menghadap kepada Abu Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan dengan berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-Qur’an diturunkan.
3.      Pada masa Utsman bin Affan
Di kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut. Dan keterangan akan berlanjut pada materi berikutnya.

E.     Metode Penulisan Dan Jumlah Mushaf Yang Ditulis Utsman Bin Affan
1.      Metode penulisan oleh utsman bin affan
Berdasarkan peristiwa yang melatarbelakangi pada subbab yang telah dibahas sebelumnya kemudian, Khalifah berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan selanjutnya menunjuk empat penulis, yaitu zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Abdul Waqqash, dan abdurrahman bin harist bin Hasyam. Dalam pelaksanaan tugas ini, Utsman menasihatkan dua hal:
1.      Mengambil pedoman pada bacaan hafizh.
2.      Jika ada pertikaian tentang bahasa bacaan, maka bacaan tersebut dikembalikan menurut dialek suku Quraisy.


2.      Jumlah mushaf yang di tulis oleh Utsman bin Affan
Setelah panitia penulisan mushaf al-Qur’an yang ditunjuk dan diawasi langsung oleh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. selesai menunaikan tugasnya, beliau kemudian melakukan beberapa langkah penting sebelum kemudian mendistribusikan mushaf-mushaf itu ke beberapa wilayah Islam. Langkah-langkah penting itu adalah:
a.       Membacakan naskah final tersebut di hadapan para sahabat. Ini dimaksudkan sebagai langkah verifikasi, terutama dengan suhuf yang dipegang oleh Hafshah binti ‘Umar r.a.
b.      Membakar seluruh manuskrip al-Qur’an lain. Sebab dengan selesainya mushaf resmi tersebut, keberadaan pecahan-pecahan tulisan al-Qur’an dianggap tidak diperlukan lagi. Dan itu sama sekali tidak mengundang keberatan para sahabat. Ali bin Abi Thalib r.a. menggambarkan peristiwa itu dengan mengatakan,
“Demi Allah, dia (‘Utsman) tidak melakukan apa yang ia lakukan terhadap mushaf-mushaf itu kecuali (ia melakukannya) di hadapan kami semua.”
Setelah melakukan dua langkah tersebut, ‘Utsman bin ‘Affan r.a kemudian mulai melakukan pengiriman mushaf al-Qur’an ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada waktu itu.
 Al-Zarkasyi misalnya menggambarkan ragam pendapat itu dengan mengatakan:
“Abu ‘Amr al-Dany menyatakan dalam kitab al-Muqni’: mayoritas ulama berpandangan bahwa ketika ‘Utsman menuliskan mushaf-mushaf itu ia membuatnya dalam 4 (eksemplar), lalu mengirimkan satu eksemplar ke setiap wilayah: Kufah, Bashrah dan Syam, lalu menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan –pen) ia menambahkan untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. (Al-Dany) mengatakan: ‘Pendapat pertamalah yang paling tepat, dan itu dipegangi para imam.’”
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya tentu saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik.
Tentu saja, pasca pendistribusian naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut, kaum muslimin telah memiliki sebuah mushaf rujukan –karena itulah ia disebut sebagai al-mushaf al-imam-. Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya penulisan ulang naskah Al-Qur’an berdasarkan mushaf ‘Utsmani untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin akan mushaf al-Qur’an. Dalam kurun yang cukup panjang, yaitu pasca kodifikasi Khalifah ‘Utsman r.a. hingga sekarang terdapat banyak perkembangan baru dalam perbanyakan naskah tersebut. Meskipun upaya itu sama sekali tidak berarti merubah hakikat al-Qur’an sebagai Kalamullah.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil kondifikasi Al-Qur’an ini adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an yang ditulis ulang benar-benar mutawatir, tidak mansukh tilawah, dan yang dibacakan ulang oleh Nabi Muhammad saw kepada malaikat Jibril untuk terakhir kalin (tahun ketika beliau wafat).
2.      Ditulis dengan susunan surah dan ayat seperti yang kita kenal sekarang dan mencakup aspek perbedaan bacaan yang sama-sama mutawatir dan bersumber dari Rasulullah.
3.      Tidak mencantumkan sesuatu yang bukan Al-Qur’an, seperti penafsiran atau keterangan naskh mansukh.
Terdapat beberapa perbedaan antara proses kondifikasi pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan. Pada masa Abu Bakar tujuan dilakukannya kondifikasi adalah menghimpun Al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu mushaf. Dan pada masa Utsman bin Affan kondifikasi dilakukan untuk bertujuan mendorong orang-orang muslim bersatu dalam satu mushaf saja.

B.     Kritik dan Saran
Penulis mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari, bahwa  masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

-          Al-Qur’an dan Terjemahannya,mushaf quantum tauhid, Bandung: MQS Publishing.
-          Rosihon Anwar,ULUM AL-QUR’AN,BANDUNG:Pustaka Setia:2010.
-          Manna’ Khalil al-Qattan, studi ilmu-ilmu qur’an,Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa ;2012.
-          Daniel A. Madigan, Membuka Rahasia Al-Qur’an, Bandung: Pustakamedia: 2007
-          Kamus Besar Bahasa Indonesia.


[1] Manna’ khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’qn (Bogor:Litera AntarNusa), hlm 178
[2] Al-Qur’an dan Terjemahannya, Mushaf Quantum Tauhid (Bandung: MQS Publishing), hal xxvi
[3] Al-Quran dan Terjemahannya, loc.cit,hal xxviii
[4] Al-Qur’an dan Terjemahanya, hal262
[5] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung:Pustaka Setia,2010), hal .38
[6] :ibid, hal 42
[7] :ibid, hal 43
[8] Al-Quran dan Terjemahannya, loc.cit,hal xxviii
[9] Daniel A.Madigan,Membuka Rahasia Al-Qur’an,Bandung:Pustakamedia:2007,hal 48
[10] Rosihon anwar, loc.cit;hlm 46-47

Comments

Popular posts from this blog

Profil Perusahaan PT Tunggal Perkasa Plantation

PT Tunggal Perkasa Plantation Inhu Riau Sejarah Perusahaan Pada tahun 1918 terdapat tiga perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dengan luas lahan 28.000 ha yang berada di Air Molek, Riau. Perusahaan tersebut adalah NV Cultur Maatachappij Indragiri milik Swiss, Indragiri Rubber Limited (IRL) dan Klawat Syndicate yang merupakan joint venture antara perusahaan Inggris dengan Strut Company Malaysia.  Ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tahun 1963 dan pengelolaannya diserahkan kepada PT Perkebunan Indragiri (PT PI) yang kemudian dilikuidasi kembali oleh pemerintah RI dan diserahkan kepada PT Kulit Aceh Raya Kapten Markam (PT Karkam). Pada tahun 1964 PT Karkam diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Setelah itu, pada tahun 1966 - 1968 perkebunan tersebut diserahkan kepada PT Aslam Karkam II (PT Askar II) dan pada tahun 1968 - 1969 perkebunan tersebut diserahkan kembali kepada PT Perkebunan Indragiri. Pada Tahun 1969 - 1971 per