Tugas Kelompok Dosen Pembimbing
Studi Al-Qur’an Arisman, M.Sy
SEJARAH KONDIFIKASI AL-QUR’AN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK VI
LUTFI ARIFIN (11282100207)
JURUSAN AGOROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN
PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012
KATA
PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini, dan kami buat dengan waktu yang telah di
tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat
belajar dengan baik dan benar mengenai Sejarah kondifikasi Al-Qur’an.
Penulis mengucapkan
terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada kami dalam
penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari
penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini
kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Amien..
Pekanbaru, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Proses
Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an..................................... 3
B. Penjagaan
Verbal Al-Qur’an.................................................................. 4
C. Penulisan
dan Pembukuan Al-Qur’an.................................................... 5
D. Usaha
Kompilasi pada Masa Nabi hingga Masa Utsman...................... 7
E. Metode
Penulisan dan Jumlah Mushaf yang ditulis Utsman................. 8
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A. Kesimpulan.......................................................................................... 11
B. Kritik
dan Saran................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Rasulullah
adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis karena itu beliau tidak
membukukan atau mencatat Al-Qur’an sendiri. Beliau memerintahkan para sahabat
yang dipercayainya sebagai penulis wahyu untuk menuliskan wahyu yang turun
kepada Rasullulah di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit
kayu, dan tulang belulang hewan. Semua ayat yang turun ditulis teratur seperti
yang Allah wahyukan, tetapi semua wahyu tersebut belum terhimpun dalam satu
mushaf. Meskipun demikian, Rasullulah saw memberikan isyarat tentang peletakan
surat dan urutan ayat dalam Al-Qur’an.
Sahabat
yang ditunjuk langsung oleh Rasullulah untuk menjadi pencatat wahyu semasa
hidup beliau adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, Muawiyah bin Abu
Sufyan, dan Ubay bin Kaab.
Orisinalitas
Al-Qur’an senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat
demi ayat Al-Qur’an kepada Rasullulah saw pada malam-malam bulanRamadhan pada
setiap tahunnya. Selain itu, para sahabat senantiasa menyetorkan hafalan maupun
tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mereka hafal dan mereka tulis kepada
Rasullulah SAW.
Tulisan-tulisan
Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf. Catatan yang ada
pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama’ telah menyampaikan
bahwa segolong dari mereka, di antaranya Ali bin Abu Thalib ra, Muadz bin Jabal
raUbay bin Ka’ab ra, Zaid bin Tsabit ra, dan Abdullah bin Mas’ud ra, telah
menghafal seluruh isi Al-Qur’an pada masa Rasullulah.
Rasulullah
saw berpulang ke rahmatullah ketika Al-Qur’an telah dihafal oleh ribuan para
sahabat dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang telah disebutkan oleh
Rasullulah saw. Al-Qur’an belum dijilid dalam satu mushaf yang menyeluruh karena
Rasulullah saw masih selalu menanti
turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu, terkadang pula terdapat
ayat yang menasakh sesuatu yang turun sebelumnya.
Untuk
menjaga orisinalitas Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk
tidak menuliskan sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an. Hal
ini sangat wajar dan tepat karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa Hadits dan
Al-Qur’an tidak bercampur aduk satu sama lainnya sehingga untuk mencegah hal
ini maka Rasullulah dengan petunjuk Allah melarang penulisan apapun dari
Rasulullah kecuali Al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
Ø Bagaimana
proses pengumpulan dan penjagaan Al-Qur’an?
Ø Bagaimana
penulisan dan pembukuan Al-Qur’an?
Ø Bagaimana
usaha penjagaan verbal Al-Qur’an?
Ø Bagaimana
usaha kompilasi pada masa Nabi saw hingga masa Utsman?
Ø Bagaimana
metode penulisan dan jumlah mushaf yang ditulis Ustman?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penulisan
Ø Mengetahui
sejarah kondifikasi Al-Qur’an
Ø Menambah
informasi tentang pengumpulan, penjagaan dan penulisan Al-Qur’an.
Ø Mengetahui
usaha Kompilasi Al-Qur’an.
Ø Mengetahui
metode penulisan Al-Qur’an
Ø Mengetahui
jumlah mushaf yang ditulis oleh khalifah Ustman.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Proses
Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an
Di kalangan ulama’, terminologi
pengumpulan Al-Qur’an memiliki dua konotasi yaitu arti pertama:
hifzuhu (menghafalkan dalam hati) dan huffuzuhu (penghafal-penghafalnya, yang
menghafalkan dalam hati). Kedua: Kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an
semuanya)[1]
a.
Pada masa Pemerintahan Abu Bakar
Pascawafatnya Rasulallah saw, Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah untuk memimpin umat. Selama masa pemerintahan Abu Bakar
terjadi banyak pemberontakan dan peperangan. Salah satu perang yang terjadi
adalah perang yammah. Pada perang ini, banyak sekali sahabat penghafal
Al-Qur’an yang syahid. Melihat hal ini, Umar merasa khawatir para penghafal
Al-Qur’an tersebut lama kelamaan akan habis. Oleh karena itu, umar mendesak Abu
Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an karena itu adalah hal yang baik.
Abu Bakar dan Umar bersepakat memilih Zaid bin Tsabit
sebagai pemimpin kelompok untuk tugas pengumpulan Al-Qur’an ini. Dalam usaha
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti.
Dia menerapkan metode yang amat ketat, yaitu untuk mencocokkan ayat yang
tercatat dalam berbagai media dan pencocokan ayat tersebut harus disaksikan
oleh dua orang saksi.[2]
b. Pada masa
Pemerintahan Utsman bin Affan
Salah satu
penyebab pentingnya dilakukan pengumpulan Al-Qur’an adalah semakin menyebarnya
Islam kewilayah di luar jazirah Arab. Kemana pun para sahabat pergi, mereka
selalu membawa naskah Al-Qur’an berupa lembaran ayat atau surat yang mereka
miliki. Sayangnya naskah tersebut tidak sama susunan surah-suratnya dan terjadi
pula perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an.
Hudzaifah
bin Yaman, adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan
hal ini[3].
Di kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke armenia
dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan
tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan
mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut.
Khalifah lalu berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan
Zaid
bin Tsabit ”mengumpulkan” Al-Qur’an. Keseluruhan Al-Qur’an direvisi dengan
cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada di tangan Hafshah dengan
mengikuti satu prinsip yaitu kesulitan bacaan dilek Quraisy.
B.
Penjagaan
Verbal Al-Qur’an
Orisinalitas Al-Qur’an senantiasa
terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat demi ayat Al-Qur’an
pada malam-malam bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Dari Ibnu
'Abbas ra berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah
orang yang paling dermawan. Dan puncak kedermawanan beliau adalah pada bulan
Ramadhan ketika Jibril 'alaihissalam menemuinya dan Jibril menemuinya
setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam lebih murah hati melakukan kebaikan daripada angin yang
bertiup”.(muttafaq 'alaihi).
Selain itu, para sahabat senantiasa
menyetorkan hafalan maupun tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka hafal dan
mereka tulis kepada Rasulullah saw. Untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an,
Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak menulis sesuatupun yang
berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an.
Sejak awal diturunkannya Empat belas
abad yang lalu Sampai masa modern saat ini Al-Qur’an senantiasa terjaga
kemurnian dan kesuciannya. Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh
Allah keotentikannya, sebagiamana firman Allah SWT dalam surat (al Hijr:9) Adalah
sebagai berikut:
Artinya:”Sesungguhnya
kami telah menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kamilah yang memeliharanya”(
al Hijr:9)[4]
Demikianlah Allah SWT, menjamin keaslian
Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan
kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh
mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia.
C.
Penulisan
dan pembukuan Al-Qur’an
a. Pada
masa Nabi
Kerinduan
Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hapalan,
tetapi juga dalam bentuk tulisan. Proses penulisan Al-Qur’an pada masa nabi
sangat sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan
batu.[5]
b. Pada
masa Sahabat
1. Pada
masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Pada
dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya
saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan
terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf
adalah Abu Bakar. Usaha pengumpulan ayat –ayat Al-Qur’an pada masa
kepemerintahan Abu Bakar dilakukan oleh Zaid bin Tsabit. Pekerjaan yang
dibebankan ke pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu
tahun, yaitu pada tahun 13 H. Di bawah pengawasan Abu Bakar, Umar dan para
tokoh sahabat lainnya.[6]
Setelah
Abu bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan Khalifah Umar dan ketika
Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsah.[7]
2. Pada
masa Ustman bin Affan
Awalnya
perbedaan bacaan itu adalah karena kelonggaran yang di berikan oleh Rasulullah
saw kepada kabilah-kabilah Arab yang berada pada masanya untuk membaca dan
melafazhkan Al-Qur’an menurut dialek masing-masing. Kelonggaran ini diberikan
oleh Nabi agar mereka mudah dalam menghafal Al-Qur’an. Namun lama kelamaan
terlihat tanda-tanda bahwa perbedaan bacaan Al-Qur’an tersebut jika terus
menerus dibarkan akan menjadi bibit perpecahan dikalangan muslimin.
Hudzaifah
bin Yaman, adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan hal
ini[8].
Di kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia
dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan
tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan
mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut[9].
Khalifah lalu berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan
Zaid bin Tsabit ”mengumpulkan” Al-Qur’an. Keseluruhan Al-Qur’an direvisi dengan
cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada di tangan Hafshah dengan
mengikuti satu prinsip yaitu kesulitan bacaan dilek Quraisy.
Perbedaan
penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan, dapat
dilihat pada tabel berikut[10]:
Pada masa Abu bakar
|
Pada masa Utsman bin Affan
|
Ø Motifasi penulisannya adalah khawatir sirnanya
Al-Qur’an dengan syahidnya para penghapal Al-Qur’an pada perang Yammah.
|
Ø Motivasi
penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara membaca
Al-Qur’an (qira’at).
|
Ø Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan
tulisan-tulisan Al-Qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma, lempengan
batu, dll.
|
Ø Utsman
melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh
huruf yang dengannya Al-Qur’an turun.
|
D.
Usaha
Kompilasi Pada Masa Nabi Saw Hingga Masa Utsman Bin Affan
Menurut
kamus besar bahasa indonesia kompilasi adalah kumpulan yang tersusun secara
teratur baik berupa informasi, laporan atau yang lain-lain. Usaha kompilasi pada
masa Nabi saw hingga masa Utsman bin Affan, dapat dibagi menjadi tiga tahap:
1. Pada
masa Nabi Muhammad saw
Usaha
yang dilakukan pada masa tersebut adalah Rasulullah memerintahkan para
sahabatnya untuk menuliskan wahyu yang turun kepada Rasulullah diatas kayu,
pelepah kurma, dan potongan tulang belulang binatang. Semua ayat yang turun
ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan, tetapi semua wahyu twrsebut belum
terhimpun dalam satu mushaf karena Rasulullulah saw selalu menanti turunnya
wahyu dari waktu kewaktu. Di samping itu, terkadang pula terdapat ayat yang
menasakh ( menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.
2. Pada
masa Abu Bakar
Pasca
wafatnya Rasullulah saw, Abu Bakar menggantikan posisi Rosulullah sebagai
kepala Negara berdasarkan kemufakatan para sahabat. Kemudian beliau dihadapkan
pada kemurtadan sebagian orang-orang Arab. Karena itu beliau segera menyiapkan
dan mengirim pasukan untuk memerangi orang-orang murtad tersebut. Perang yammah
terjadi pada tahun XII H melibatkan sejumlah penghafal Qur’an syahid. Umar bin
Khatab merasa khawatir akan hal tersebut, sehingga beliau menghadap kepada Abu
Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an.
Kemudian
Abu Bakar memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu
mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan dengan
berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-Qur’an diturunkan.
3. Pada
masa Utsman bin Affan
Di
kisahkan kepada kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan
Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan
tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan
mendesak agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut.
Dan keterangan akan berlanjut pada materi berikutnya.
E.
Metode
Penulisan Dan Jumlah Mushaf Yang Ditulis Utsman Bin Affan
1. Metode
penulisan oleh utsman bin affan
Berdasarkan
peristiwa yang melatarbelakangi pada subbab yang telah dibahas sebelumnya
kemudian, Khalifah berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan selanjutnya
menunjuk empat penulis, yaitu zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin
Abdul Waqqash, dan abdurrahman bin harist bin Hasyam. Dalam pelaksanaan tugas
ini, Utsman menasihatkan dua hal:
1. Mengambil
pedoman pada bacaan hafizh.
2. Jika
ada pertikaian tentang bahasa bacaan, maka bacaan tersebut dikembalikan menurut
dialek suku Quraisy.
2.
Jumlah mushaf yang di
tulis oleh Utsman bin Affan
Setelah
panitia penulisan mushaf al-Qur’an yang ditunjuk dan diawasi langsung oleh
Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. selesai menunaikan tugasnya, beliau kemudian
melakukan beberapa langkah penting sebelum kemudian mendistribusikan
mushaf-mushaf itu ke beberapa wilayah Islam. Langkah-langkah penting itu
adalah:
a.
Membacakan naskah final tersebut di
hadapan para sahabat. Ini dimaksudkan sebagai langkah verifikasi, terutama
dengan suhuf yang dipegang oleh Hafshah binti ‘Umar r.a.
b.
Membakar seluruh manuskrip al-Qur’an
lain. Sebab dengan selesainya mushaf resmi tersebut, keberadaan pecahan-pecahan
tulisan al-Qur’an dianggap tidak diperlukan lagi. Dan itu sama sekali tidak
mengundang keberatan para sahabat. Ali bin Abi Thalib r.a. menggambarkan
peristiwa itu dengan mengatakan,
“Demi Allah,
dia (‘Utsman) tidak melakukan apa yang ia lakukan terhadap mushaf-mushaf itu
kecuali (ia melakukannya) di hadapan kami semua.”
Setelah
melakukan dua langkah tersebut, ‘Utsman bin ‘Affan r.a kemudian mulai melakukan
pengiriman mushaf al-Qur’an ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri
berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada waktu itu.
Al-Zarkasyi misalnya menggambarkan ragam
pendapat itu dengan mengatakan:
“Abu ‘Amr
al-Dany menyatakan dalam kitab al-Muqni’: mayoritas ulama berpandangan bahwa
ketika ‘Utsman menuliskan mushaf-mushaf itu ia membuatnya dalam 4 (eksemplar), lalu
mengirimkan satu eksemplar ke setiap wilayah: Kufah, Bashrah dan Syam, lalu
menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau
menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan –pen) ia
menambahkan untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. (Al-Dany) mengatakan: ‘Pendapat
pertamalah yang paling tepat, dan itu dipegangi para imam.’”
Dalam proses
pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak lupa dilakukan
oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari
kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya
tentu saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf
tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja
sangat beralasan, sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung
huruf-huruf konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik.
Tentu saja,
pasca pendistribusian naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut, kaum muslimin
telah memiliki sebuah mushaf rujukan –karena itulah ia disebut sebagai al-mushaf
al-imam-. Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya penulisan ulang naskah
Al-Qur’an berdasarkan mushaf ‘Utsmani untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin
akan mushaf al-Qur’an. Dalam kurun yang cukup panjang, yaitu pasca kodifikasi
Khalifah ‘Utsman r.a. hingga sekarang terdapat banyak perkembangan baru dalam
perbanyakan naskah tersebut. Meskipun upaya itu sama sekali tidak berarti
merubah hakikat al-Qur’an sebagai Kalamullah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari hasil kondifikasi Al-Qur’an ini adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
yang ditulis ulang benar-benar mutawatir, tidak mansukh tilawah, dan yang
dibacakan ulang oleh Nabi Muhammad saw kepada malaikat Jibril untuk terakhir
kalin (tahun ketika beliau wafat).
2. Ditulis
dengan susunan surah dan ayat seperti yang kita kenal sekarang dan mencakup
aspek perbedaan bacaan yang sama-sama mutawatir dan bersumber dari Rasulullah.
3. Tidak
mencantumkan sesuatu yang bukan Al-Qur’an, seperti penafsiran atau keterangan
naskh mansukh.
Terdapat
beberapa perbedaan antara proses kondifikasi pada masa Abu Bakar dan Utsman bin
Affan. Pada masa Abu Bakar tujuan dilakukannya kondifikasi adalah menghimpun
Al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu mushaf. Dan pada masa Utsman bin Affan
kondifikasi dilakukan untuk bertujuan mendorong orang-orang muslim bersatu
dalam satu mushaf saja.
B.
Kritik
dan Saran
Penulis
mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga
menyadari, bahwa masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan
kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Al-Qur’an dan
Terjemahannya,mushaf quantum tauhid,
Bandung:
MQS
Publishing.
-
Rosihon Anwar,ULUM AL-QUR’AN,BANDUNG:Pustaka
Setia:2010.
-
Manna’ Khalil
al-Qattan, studi ilmu-ilmu qur’an,Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa ;2012.
-
Daniel A. Madigan, Membuka
Rahasia Al-Qur’an, Bandung: Pustakamedia: 2007
-
Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Comments
Post a Comment