Skip to main content

PROPOSAL PENELITIAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH PADA BENIH LAMTORO (Leucaena leucocephala)


PROPOSAL PENELITIAN

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PADA BENIH LAMTORO
(Leucaena leucocephala)



OLEH :


Lutfi Arifin                  (11282100207)




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013


KATA PENGANTAR

 Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitian ini, dan kami buat dengan waktu yang telah di tentukan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Indah Permanasari, S.P., M.P. dan Ibu Ervina Aryanti, S.P., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Benih. Penulis juga mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada kami dalam penyelesaian proposal ini.
Proposal penelitian ini berjudul “PEMATAHAN DORMANSI BENIH PADA BENIH LAMTORO (Leucaena leucocephala)”. Proposal ini merupakan persyarat dalam menyelesaikan praktikum mata kuliah Teknologi Benih.
Dan tentunya penulis juga menyadari, bahwa  masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Amin.                                                             

Pekanbaru,   November  2013



Penulis


Text Box: i
 
DAFTAR ISI

Halaman Judul
KATA PENGANTAR..............................................................................        i
DAFTAR ISI..............................................................................................        ii

I.         PENDAHULUAN ....................................................................        1
1.1.    Latar Belakang....................................................................        1
1.2.   Perumusan Masalah..............................................................        4    
1.3.   Tujuan ..................................................................................        4
1.4.   Manfaat Dan Kegunaan ......................................................        5
1.5.    Kerangka Pikir ....................................................................        5
1.6.    Hipotesis .............................................................................        6

II.      TINJAUAN PUSTAKA...........................................................        7
2.1.   Budidaya Lamtoro (Leucaena leucocephala) .....................        7
2.2.   Dormansi Pada Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala).......        10
2.3.   Cara-Cara Mematahkan Dormansi Benih ............................        11
2.4.   Metabolisme Perkecambahan Benih.....................................        12

III.   METODE PELAKSANAAN
3.1.   Bahan dan Alat....................................................................        15
3.2.   Waktu dan Tempat Penelitian..............................................        15
3.3.   Cara Kerja............................................................................        15

DAFTAR PUSTAKA


Text Box: ii


I.        PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Upaya untuk meningkatkan kualitas pakan ternak ruminansia dapat dilakukan dengan penggunaan daun leguminosa pada ransumnya, karena leguminosa mempunyai kandungan protein dan mineral  yang tinggi dibandingkan rumput-rumputan. Menurut Palmquist,  et al. (1969) pemberian leguminosa sebagai suplemen terhadap pakan yang berkualitas rendah seperti rumput kering, sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan dari pakan berkualitas rendah, hal ini disebabkan karena leguminosa dapat mencukupi kebutuhan N mikrobia rumen untuk hidup dan melakukan aktifitasnya di dalam rumen.
Salah satu jenis tanaman leguminosa yang cukup potensial untuk dibudidayakan adalah lamtoro (Leucaena leucocephala) karena merupakan tanaman tahunan dan beberapa jenisnya dapat ditumbuh-kembangkan lagi dengan mudah setelah proses pemotongan selain itu mempunyai peranan khusus yaitu dapat menyediakan naungan, juga sebagai tanaman pagar hidup dan sumber bahan bakar (kayu).
Text Box: 1Budidaya lamtoro seringkali dihadapkan pada masalah dormansi pada biji sehingga memerlukan waktu yang lama untuk pematahan dormansi dan akibatnya sulit mendapatkan pertumbuhan yang seragam. Penyebab terjadinya dormansi biji ini antara lain karena keadaan kulit biji lamtoro yang keras sehingga sulit ditembus air dan udara (Francis, 1993). Kulit biji yang keras pada biji lamtorodapat mempengaruhi viabilitas dan vigoritas benih untuk berkecambah artinya kemampuan benih untuk berkecambah dalam kondisi lingkungan tertentu menjadi kurang optimal dan kinerja benih selama perkecambahan dan pertumbuhan semai (survival rate) menjadi rendah.
Upaya untuk memperpendek masa dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya berupa pemberian perlakuan fisis, mekanis, maupun kimiawi. Salah satu perlakuan fisis yang dapat diberikan adalah dengan perendaman pada air panas. Brewbaker,  et al (1972) melaporkan bahwa kecepatan berkecambah dapat ditingkatkan dengan merendam dalam air terlebih dahulu, mengeringkan kembali lalu dikecambahkan.

1.2. Perumusan Masalah
Pematahan dormansi dapat terjadi pada lamtoro (Leucaena leucocephala) apabila air dan udara dapat masuk dalam biji, oleh karena itu untuk merusak kulit biji lamtoro yang keras dapat dilakukan melalui perendaman dengan air panas, namun demikian perlu dicari berapa temperatur dan lama perendaman yang ideal agar proses pematahan dormansi dapat berjalan dengan baik.

1.3. Tujuan
Dalam penelitian ini perlakuan yang digunakan adalah merendam biji lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam suhu 50°C, 60°C, 70°C, 80°C dan lama perendaman 5, 10, 15 menit untuk mengetahui uji pemecahan dormansi benih.

1.4. Manfaat Dan Kegunaan 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi pada pematahan dormansi dalam budidaya tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala).

1.5. Kerangka Pikir
Penggunaan leguminosa Lamtoro (Leuchaena leucocephala) untuk pakan ternak merupakan suatu alternatif untuk meningkatkan kualitas pakan karena lamtoro mempunyai kandungan protein 22,2 %, mineral 4,4 %, dan asam amino yang seimbang, mempunyai serat kasar yang relatif sedikit serta kandungan tanin yang rendah (Parotta, 1992). Namun  demikian tanaman lamtoro mempunyai keterhambatan perkecambahan pada biji akibat kulit biji yang keras. Oleh karena itu untuk melunakkan kulit yang keras dengan cara yang murah efektif yaitu dengan menggunakan air panas, namun belum diketahui berapa suhu dan lama perendaman yang ideal untuk proses pematahan dormansi biji lamtoro. 
Adapun indikator keberhasilan pengujian pematahan dormansi biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) ini adalah meningkatnya persentase perkecambahan benih murni, namun demikian perlu juga dilanjutkan pada uji vigoritas (daya tahan) untuk mengukur panjang batang, panjang akar  serta menurunnya mortalitas benih normal tanaman yang ditempatkan pada media tanah.
1.6. Hipotesis
Pengujian pematahan dormansi biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) pada perlakuan air panas dengan lama perendaman yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap pematahan dormansi pada media kertas merang dan media tanah.




II.      TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Budidaya Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan tanaman leguminosa pohon serba guna, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Lamtoro umumnya ditanam sebagai pakan ternak, tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk kopi dan vanili.  Sebagian masyarakat memanfaatkan buah dan daun muda untuk sayur.  Daunnya dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan sebagai perabotan dan kayu bakar. Di Indonesia produksi Lamtoro dapat mencapai 200.000 metrik ton per tahun. Di kawasan Asia Tenggara Lamtoro dapat dijumpai di daerah yang mempunyai ketinggian dari 1-1500 m di atas permukaan laut (Anonymous, 2006) 
Adapun klasifikasi dari tanaman lamtoro (Anonymous, 2006) :
Divisio          : Spermatophyta
Sub divisio  : Angiospermae
Class             : Dicotiledone
Genus           : Dialpetalae
Ordo             : Leucaena
Familia         : Leguminoceae
Species         : Leucaena leucocephala

Tanaman lamtoro mempunyai banyak nama lain seperti  leadtree, zarcilla, popinac, koa haole, ipil-ipil (Whitesell, 1974). Di Indonesia Lamtoro dikenal dengan nama petai cina. Lamtoro juga memiliki beberapa jenis antara lain:  Leucaena glauca  cv. Benth, Leucaena blancii  cv. Goyena, Leucaena glabrata cv. Rose, Leucaena greggi cv. Watson, Leucaena latisliqua cv. W.T. Gillis, Leucaena salvadorensis cv. Standl (Parotta, 1992).
Lamtoro merupakan tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Tingginya mencapai 2-10 m, rantingnya berbentuk bulat silindris, dengan ujung berambut rapat. Selain itu daun lamtoro berbentuk menyirip genap ganda. Permukaan bawah daun lamtoro berwarna hijau kebiruan, dengan panjang 6-21 mm, lebar 2-5 mm. Bunga lamtoro berbentuk bonggol yang bertangkai panjang berwarna  putih kekuningan dan tersusun dalam karangan bunga majemuk. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Buah lamtoro termasuk buah polong, pipih, dan tipis, bertangkai pendek, panjangnya 10-18 cm, lebar sekitar 2 cm, berisi biji-biji kecil yang cukup banyak dan diantara biji ada sekat (Anonymous, 2005). 
Kebutuhan benih lamtoro untuk 1 hektar sekitar 20 - 45 kg. Jarak tanam yang ideal adalah 1 x 1 m atau 50 x 50 cm (sebagai  tanaman pagar), atau menurut tujuan penanaman. Pemupukan untuk lamtoro bisa menggunakan pupuk kandang atau pupuk buatan, untuk pemberian bisa disesuaikan dengan kondisi setempat. Pupuk P dapat diberikan sebanyak  25-30 kg/ha/tahun.
Lamtoro dapat di panen pada umur 6-12 bulan. Pemotongan berikutnya setiap 3-4 bulan sekali tergantung kesuburan tanah setempat. Tinggi pemotongan antara 1 - 1,5 m dari permukaan tanah (Anonymous, 2006).
Lamtoro mempunyai sistem perakaran yang dalam dan berumur panjang, mencapai 50 tahunan sehingga sangat cocok dipergunakan sebagai tanaman pagar dan pelidung karena tidak menggangu pada tanaman pokok, menghemat biaya dan tenaga.  Perakaran yang dalam juga menyebabkan lamtoro sangat tahan kekeringan, tetap hijau dan bertunas selama musim kering, sehingga sangat cocok sebagai sumber hijauan pakan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba (Panjaitan, 2000).
Sebagai pakan ternak, lamtoro mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif sama dengan jenis legum pohon lainnya seperti Turi (Sesbania grandiflora), Gamal (Gliricidia sepium) dan Kaliandra (Calliandra calotthyrsus). Produksi hijauannya cukup tinggi bervariasi sesuai dengan tingkat kesuburan tanah, jarak tanam dan curah hujan. Daun dan batang muda sangat disukai ternak.
Sebagai makanan ternak lamtoro cukup ideal karena mempunyai Protein kasar (PK) 22,2%, lebih baik dibandingkan  Gliricidia (14,7%), mineral 4,4%, dan asam amino yang seimbang. Kandungan serat kasarnya 19,6%, lebih baik dibandingkan Gliricidia (20,9%) dan Kaliandra (21,7%). Kandungan tanin sedikit (6%) menurut Parotta (1992) dapat melindungi perombakan protein yang berlebihan di dalam rumen (by-pass protein) jumlah protein yang dapat diserap (retensi N) di  usus halus lebih tinggi. Menurut Palmquist  et al (1969) pemberian lamtoro sebagai suplemen terhadap pakan yang berkualitas rendah seperti rumput kering, sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan dari pakan berkualitas rendah, hal ini disebabkan karena lamtoro dapat mencukupi kebutuhan N mikrobia rumen untuk hidup dan melakukan aktifitasnya di dalam rumen.

2.2.  Dormansi Pada Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Dalam praktek pembudidayaan lamtoro seringkali dihadapkan pada kendala biji yang mengalami dormansi, artinya mengalami masa istirahat/ tidak dapat berkecambah meskipun ditempatkan pada situasi yang ideal. Penyebab terjadinya dormansi biji lamtoro ini antara lain karena keadaan kulit biji yang keras sehingga air dan udara yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan tidak dapat masuk dalam biji (Francis, 1993). 
Ditinjau dari segi ekonomi, benih yang mengalami dorman sebenarnya merugikan karena tidak dapat tumbuh dengan seragam, tetapi dilihat dari segi daya simpan benih yang mengalami dorman lebih tahan lama untuk disimpan (Sutopo, 2000). Daya simpan benih lamtoro tergolong sedang yaitu 2-3 tahun dari masa pemanenan. 
Upaya pematahan masa dormansi biji lamtoro dapat berupa pemberian perlakuan fisis, mekanis, maupun kimiawi. Salah satu perlakuan fisis yang dapat diberikan adalah dengan perendaman pada air panas. Brewbaker,  et al (1972) menyatakan bahwa kecepatan berkecambah dapat ditingkatkan dengan merendam dalam air terlebih dahulu, mengeringkan kembali lalu dikecambahkan, sehingga proses perkecambahan biji dapat berlangsung lebih cepat dan diharapkan dapat mendukung keberhasilan usaha perkembangbiakan tanaman lamtoro. 

2.3. Cara-Cara Mematahkan Dormansi Benih
Dipandang dari segi ekonomis keadaan dormansi benih dianggap tidak menguntungkan, oleh karena itu diperlukan cara agar dormansi dapat dipecahkan atau lama dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui menurut Sadjad (1977) adalah:
1.      Perlakuan Mekanis
Dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau udara.
a.       Skarifikasi: mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan pisau, menggoncang benih untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Hal ini bertujuan untuk melemahkan biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau udara.
b.      Tekanan: memberi tekanan hidraulik 2000 atm pada 18ºC selama 5-20 menit sehingga dapat meningkatkan perkecambahan sebesar 50-80%. Efek tekanan akan terlihat setelah benih-benih tersebut dikeringkan dan disimpan. 
2.      Perlakuan Kimia
Perlakuan ini dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat agar kulit biji menjadi lebih lunak sehingga air dengan mudah terserap. Bahan kimia lain yang juga sering digunakan adalah : potassium hydroxide, asam  hidrochlorit,  potassium nitrat, dan  thiourea. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah:  cytokinin,  giberelin, dan  auxin
(contoh: Indole Acetic Acid).
3.      Perlakuan Perendaman dengan Air
Perlakuan ini dengan cara merendam benih dengan air panas pada suhu perendaman dan lama perendaman tertentu agar kulit biji lebih mudah dalam proses penyerapan air (imbibisi).  

2.4. Metabolisme Perkecambahan Benih
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Parotta, 1992). Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap di mana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein  menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.  Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah yang mudah menggandakan atau membelah diri (meristematik) untuk menghasilkan energi bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara  daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada  dalam biji (Sutopo, 2000).
Penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama, biasanya berlangsung    sampai  jaringan  mempunyai  kandungan air 40-60%   (atau 67-150 % atas dasar berat kering). Dan akan meningkat lagi pada saat munculnya  radicle (akar-akar yang baru muncul dari suatu perkecambahan) sampai jaringan penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70-90% (Ching, 1972). Jaringan penyimpanan pada benih dapat menyimpan 80% protein yang berbentuk kristal, sedang sisanya terbagi dalam nuclei (inti),  mitochondria (lokasi sintesis ATP),  protoplastid (unsur pembentuk sel hidup),  microsome (butiran kecil yang terdapat dalam poliplasma) dan dalam cytosol (cairan dalam sitoplasma) (Suseno, 1974). 

Bagian-bagian biji legum pada fase pertumbuhan diantaranya:
Akar           : sumbu untuk tumbuhnya batang
Calon akar : yang akan menjadi akar
Plumulae    : bagian yang pertama tumbuh pada saat pertunasan
Hypocotyl : Bagian di bawah kotiledon
Epicotyl     : Bagian di bawah kotiledon



III.   METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan
·         Benih Lamtoro
·         Polybag
·         Kompos
·         Termometer
·         Amplas
·         Tanah

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian pemecahan dormansi benih lamtoro ini dilakukan di laboratorium Agronomi di gedung Al-Maidah fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau di jalan H.R. SOEBRANTAS KM 15. Waktu pelaksanaan penelitian selama 1 minggu berdasarkan schedule yang telah di tetapkan oleh dosen pembimbing, penelitian insyaallah akan di laksanakan mulai tanggal 28 November 2013.

3.3. Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan cara menanam benih pada media tumbuh yang ditempatkan pada polybag. Karena jenis  lamtoro tidak peka terhadap sinar matahari langsung maka penempatan polybag berada di dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung.
Proses penanaman ini adalah sebagai berikut:
·         Menyiapkan media tumbuh di dalam polybag berupa tanah, dan pupuk kandang dengan perbandingan 50% : 50% dan dicampur sampai rata.
·         Media  dimasukkan  dalam  9 polybag sampai ¾ isinya.  Polybag yang digunakan berwarna  hitam dengan tinggi 15 cm  dan berdiameter 12 cm.
·         Benih ditanam pada kedalaman 2 cm, kemudian di tutup.  Penyiraman dilakukan setiap hari dengan gembor.
Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian uji fisiologik benih, sehingga perlakuan yang digunakan merupakan hasil yang terbaik dari penelitian sebelumnya, dengan demikian perlakuan yang digunakan dalam penelitian  ini meliputi 2 faktor yaitu suhu perendaman biji yang meliputi Suhu K (Kamar), 60°C, dan 70°C dan lama perendaman 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Tiap perlakuan dalam penelitian ini menggunakan 50 biji sebagai contoh dan diulang sebanyak 3 kali, dengan  rincian sebagai berikut:
·         Suhu K (kamar):
o  SkL5  (Suhu Kamar lama perendaman   5 menit)
o  SkL10 (Suhu Kamar lama perendaman 10 menit)
o  SkL15 (Suhu Kamar lama perendaman 15 menit)
·         Suhu 60° C:
o  S60L5   (Suhu 60°C lama perendaman   5 menit)
o  S60L10  (Suhu 60°C lama perendaman 10 menit)
o  S60L15  (Suhu 60°C lama perendaman 15 menit)
·         Suhu 70° C:
o  S70L5   (Suhu 70°C lama perendaman   5 menit)
o  S70L10  (Suhu 70°C lama perendaman  10menit)
o  S70L15  (Suhu 70°C lama perendaman  15 menit)
·         Setelah itu masukkan benih ke tiap polybag.
·         Amati dan catat setiap perubahan yang terjadi pada benih di tiap-tiap polybag




DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2005. Legum Pohon Lamtoro. http://ditjenbun.deptan.go.id/web/tahunanbun/tahunan/index.php?option=com_content&task=view&id=20&Itemid=30 Diakses tanggal  22 November 2013
Sutopo,Lita. 2000.  Teknologi Benih (Edisi Revisi). Fakultas Pertanian Unibraw.
Rajawali Press. Jakarta.
Permanasari, Indah. 2013. Buku Penuntun Praktikum Teknologi Benih. UIN SUSKA Riau. Pekanbaru.
Putri, Devy Rahmawati. 2012. KANDUNGAN BAHAN KERING, SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR PADA DAUN LAMTORO (Leucaena glauca) YANG DIFERMENTASI DENGAN PROBIOTIK SEBAGAI BAHAN PAKAN IKAN. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 2

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Profil Perusahaan PT Tunggal Perkasa Plantation

PT Tunggal Perkasa Plantation Inhu Riau Sejarah Perusahaan Pada tahun 1918 terdapat tiga perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dengan luas lahan 28.000 ha yang berada di Air Molek, Riau. Perusahaan tersebut adalah NV Cultur Maatachappij Indragiri milik Swiss, Indragiri Rubber Limited (IRL) dan Klawat Syndicate yang merupakan joint venture antara perusahaan Inggris dengan Strut Company Malaysia.  Ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tahun 1963 dan pengelolaannya diserahkan kepada PT Perkebunan Indragiri (PT PI) yang kemudian dilikuidasi kembali oleh pemerintah RI dan diserahkan kepada PT Kulit Aceh Raya Kapten Markam (PT Karkam). Pada tahun 1964 PT Karkam diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Setelah itu, pada tahun 1966 - 1968 perkebunan tersebut diserahkan kepada PT Aslam Karkam II (PT Askar II) dan pada tahun 1968 - 1969 perkebunan tersebut diserahkan kembali kepada PT Perkebunan Indragiri. Pada Tahun 1969 - 1971 per